Info KlikersOpiniSosial Budaya

Takdir yang Tak Terduga: Perjumpaan Anjing dan Pelacur, Kyai dan Burung yang Menginspirasi

Mereka yang terbiasa membaca kisah-kisah para sufi, tentu langsung dapat menebak arah tulisan ini. Bagi mereka yang belum tau akan cerita tersebut, bisa disimak kisah inspiratif yang sudah populer dan bisa menginspirasi bagi pembaca.

Kisah yang diceritakan oleh Gus Dur dari bukunya yang berjudul Pergulatan Negara, Agama, dan Kebudayaan,dituliskam bahwa ada seorang pelacur tua, mungkin tinggal seonggok daging dan penuh dengan kuman penyakit kotor, sedang tertatih-tatih menempuh perjalanan di padang pasir yang sangat gersang. Perbekalan yang dibawa yang tersisa hanya satu kendi air saja, padahal perjalanan dari pelacur tersebut masih sangat jauh. Tiba-tiba sang pelacur melihat seekor anjing yang sedang tergeletak begitu saja di tempat yang sangat gersang itu. Anjing itu tidak ada harapan lagi untuk hidup, karena sudah tidak kuat lagi untuk melanjutkan perjalanan, hanya tinggal menunggu matinya saja. Tak sampai hati sang pelacur melihat keadaan anjing yang menderita itu, pelacur tersebut lalu meminumkan airnya yang tinggal sedikit it uke makhluk sial dangkalan itu. Setelah diberikan sedkit air, anjing tersebut mampu untuk melanjutkan perjalanan, dan menyelamatkan diri dari kematian.

Baca juga :   Roti Pencerahan: Kisah Transformasi Seorang Raja Menjadi Cendekiawan Sufi

Menurut cerita tersebut, sang pelacur akhirnya meninggal karna kehausan, dan sang anjing mampu meneruskan perjalananya hingga ke tempat yang sudah dituju. Tetapi kematian dari seorang pelacur ini berujung pada kebahagiaan yang abadi, karena pelacur itu masuk surga,kenapa? Dikarenakan keibaanya yang tiada terhingga kepada makhluk lain, hingga melupakan keselamatan dirinya sendiri, ia memberikan darma bakti tertinggi kepada kemanusiaan. Inilah yang disebut kebahagiaan tanpa batas, dan dengan itu ia bermodal cukup untuk masuk kedalam surga, walaupun sebelumnya ia sudah bergelimangan dosa, tapi berkat kebaikanya itu ia bisa masuk kedalam surga.

Berbeda lagi dengan kisah dari sang Kyai. Msewaktu ia ingin berpergian ke kota lain, Kyai yang berdiam dirumahnya, samar-samar ingat akan kebutuhan burung peliharaanya terhadap air minum. Rasa malasnya timbul, dan ia berkata “Ah, biarkan saja, tidak apa-apa kan Binatang bisa menahan rasa haus”. Ternyata kyai yang sangat Shaleh dan berpengetahuan tinggi itu terhambat dalam perjalananya, dan ia Kembali kerumahnya beberapa hari kemudian. Lalu kyai itu melihat bahwa burungnya itu sudah mati karena kehausan, tanpa ada rasa penyesalan dari dalam dirinya ia pun seperti acuh tak acuh, karna menurutnya kematian dari burung tersebut sudah takdir dari Tuhan yang menciptakanya.

Baca juga :   Mengapa Hukum Surgawi Ditetapkan? Temukan Jawabannya dalam Empat Tujuan Utamanya

Lalu, bagaimana Nasib Kyai tersebut di akhirat kelak? Mneurut cerita sufi itu, seorang kyai yang shaleh dan berpengetahuan tinggi itu dimasukan kedalam neraka Wail, neraka yang terdalam. Kenapa? Karena ia menganggap sepele keselamatan makhluk yang ada di dunia ini. Setiap makhluk dari yang besar ataupun kecil hakikatnya telah memiliki nilainya sendiri. Tidak hanya bagi dirinya sendiri, tetapi juga bagi kehidupan siklus secara umum dan bagi kelangsungan kehidupan di muka bumi. Sikap dari kyai itu dianggap meremehkan pentingnya arti dari sebuah kehidupan secara keseluruhan. Sikap yang tidak menghargai lingkungan dan kehebatan dari sang Pencipta yang sangat menakjubkan itu.

Dua dimensi dari cinta dan kasih saying makhluk seperti yang sudah diceritakan diatas menunjukan dengan jelas, bahwa keberagaman secara formal semata-mata belum menjamin adanya rasa keberagaman dalam arti yang sesungguhnya. Masih sangat jauh jarak antara formalitas kehidupan beragama dan kedalaman kehidupan itu sendiri. Masih sangat lebar jurang antara religi dan religiositas, antara hidup beragama dan rasa keberagaman.

Baca juga :   Roti Pencerahan: Kisah Transformasi Seorang Raja Menjadi Cendekiawan Sufi

Tuntunan bagi kita sudah tentu adalah bagaimana menjembatani antara keduanya. Semata-mata mengandalkan religi atau formalitas keberagaman belaka, kita tidak akan mencapai religiositas, atau rasa keberagaman yang cukup mendalam untuk menyelamatkan diri dari godaan untuk melupakan kebesaran dari Tuhan dan keagungan-Nya.

Kesimpulanya bahwa seorang manusia yang kita anggap hina belum tentu ia diakhir hayatnya ia masuk kedalam neraka, begitupun sebaliknya, manusia yang terlihat Shaleh dan dalamn akan ilmu agamanya belum tentu diakhir hayatnya ia masuk ke dalam Surga-Nya, jadi kita harus bisa lebih menghargai sesame makhluk ciptaan dari Tuhan, agar kitab isa dianggap sebagai makhluk yang benar-benar berakal dan beragama.

What's your reaction?

Related Posts

1 of 1,853

Leave A Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *