Opini

Bung Karno: Pancasila Kekayaan Bangsa Indonesia

Oleh: Yasin Mohammad, Islahuddin, Eko Prasetyo (alm)

Bung Karno sebagai salah satu aktor utama kemerdekaan sejak lama menyadari atas kebesaran bangsanya. Maka ketika berpikir dan berjuang untuk kemerdekaan dia juga memikirkan dasar serta landasan yang akan menjadi komponen penting negara baru bernama Indonesia. Dasar ini menjadi penting karena di sanalah semua akan berpijak.

Perenungan Sukarno tentang cita-cita kebesaran bangsa Indonesia membuatnya melihat kembali kepada kebesaran Indonesia di masa lalu. Dia juga melihat pada kekayaan Indonesia yang masih bisa dilihat. Seperti keberagaman, kekeluargaan, gotong rotong, dan lainnya.

Dari sinilah kemudian memuculkan Pancasila yang sangat fenomenal. Menurut Sukarno, dia tidak pernah menciptakan Pancasila. Dia hanya menggali Pancasila dari kekayaan dan kebesaran bangsa. Namun tanpa Sukarno tidak ada istilah Pancasila. Tanggal 1 Juni kemudian diperingati sebagai hari lahirnya pancasila.

Semua sejarah yang terjadi di Nusantara ini bagi sejumlah orang mungkin hanya cacatan tanggal, tokoh, peristiwa dan waktu. Namun bagi tokoh besar, ini adalah inspirasi besar dari bangsa besar untuk cita-cita kebangsaan yang besar. Bung Karno tidak hanya memandang memandang candi sebagai sebuah bangun belaka. Namun setiap relief, gambar yang terdapat di dalamnya adalah pelajaran penting untuk bangsa ke depan. Artinya jauh sebelum merdeka, Indonesia adalah bangsa yang lengkap. Sehingga untuk ajaran tidak perlu mengambil dari bangsa asing. Cukup menggali dari kekayaan bangsa sendiri.

Indonesia Bangsa yang Jaya

Sebelum merdeka dan menjadi negara, bangsa Indonesia telah melewati sejarah ratusan hingga ribuan tahun. Sudah diakui dunia bahwa dalam rentan waktu yang panjang tersebut, Indonesia adalah bangsa besar. Bangsa yang kaya. Bangsa yang penuh dengan kearifan. Indonesia juga memberikan catatan sejarah yang panjang tentang bagaimana mengatur kehidupan mereka. Juga bagaimana berinteraksi dengan bangsa dan negara lain. Sehingga tidak berlebihan jika Indonesia disebut sebagai bangsa yang jaya.

Kata “jaya” bagi Indonesia bukanlah hal yang berlebihan. Hal ini bisa dilihat dari Majapahit atau Sriwijaya yang pernah menjadi kerajaan besar di muka bumi. Kejayaan kerajaan tersebut bukan hanya direpresentasikan dengan harta yang melimpah. Namun juga kebudayaan dan kerukunannya yang tinggi. Juga dengan sistem pemerintahan yang sudah tinggi di zamannya. Wilayah kekuasaan Nusantara yang luas juga menunjukkan kerja keras dan kebersamaan. Besarnya wilayah disatukan dengan semangat kebinekaan yang tunggal ika.

Kejayaan Indonesia juga bisa terlihat dari peninggalan-peninggalan sejarah. Seperti peninggalan Candi Borobudur dan Prambanan. Borobudur bukan dikerjakan oleh para budak, namun rakyat secara sukarela (gotong royong). Bangsa kita pada juga dikenal mempunyai spiritual tinggi. Dari segi teknologi, kala itu bangsa Indonesia juga dikenal sudah mencapai kemajuan. Hal ini tercermin dari armada angakatan bersenjata yang dimiliki kerajaan besar zaman dahulu.

Kejayaan Indonesia sebagai bangsa mengalami keterpurukan ketika kolonialisme datang. Penjajahan yang dibangun atas perpecahan bangsa telah menghilangkan kebesaran Indonesia. Perpecahan antar suku bangsa, perebutan kekuasaan antar elit masyarakat menjadi Indonesia dengan mudah dimanfaatkan bangsa asing. Potensi perpecahan juga diciptakan dan dipelihara kaum kolonialis.

Akhirnya Indonesia menjadi bangsa jajahan yang mudah diadu domba. Lebih miris lagi, keadaan ini dilakukan para penjajah dengan bekerja sama dengan elit kerajaan yang berhasil mereka bujuk rayu dengan harta benda. Sehingga rela ikut serta menjadi antek penjajah.

Kesadaran akan kebesaran Indonesia sebagai bangsa baru muncul kembali pada awal abad dua puluh. Kala itu sejumlah anak bangsa yang terpelajar menyadari keterpurukan bangsanya. Maka muncullah sejumlah kelompok pelajar.

Sebut saja perkumpulan Boodie Oetomo yang berasal dari mahasiswa Stovia Batavia. Setelah itu juga muncul perkumpulan pelajar-pelajar lain di sejmlah daerah. Semangat kebangsaan yang berkobar membuat mereka berikrar dalam “Sumpah Pemuda” 28 Oktober 1928.

Akhirnya semangat bersama untuk mengembalikan kejayaan bangsa terus dikobarkan hingga pada tahun-tahun setelahnya. Mereka mencapai puncak pada saat proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang dibacakan Sukarno-Hatta pada 17 Agustus 1945.

 

 

Presiden Klikers Indonesia, Peneliti, penulis, pembelajar, ayah dari dua anak

What's your reaction?

Related Posts

1 of 140