Klik News

7 Saf Tangga Sunan Drajat : Filosofi Mendalam untuk Mengentaskan Kemiskinan dan Membentuk Karakter Unggul

Sunan Drajat, yang juga dikenal sebagai Raden Syarifuddin, menonjol sebagai salah satu tokoh utama dalam sejarah penyebaran Islam di Indonesia.

Biografi Sunan Drajat
Raden Syarifuddin dilahirkan sekitar tahun 1470 Masehi, beliau adalah putra dari Sunan Ampel, figur ulama terkemuka pada zamannya. Sebagai bagian dari Wali Songo, Sunan Drajat memainkan peran kunci dalam menyebarluaskan ajaran Islam, khususnya di Jawa Timur. Dalam upayanya, ia mengadopsi beragam metode dakwah, termasuk melalui pendidikan, budaya, dan politik.
Pesantren yang didirikan oleh Sunan Drajat di Desa Drajat, Lamongan, menjadi pusat kegiatan dakwahnya. Di sinilah ajaran Islam diajarkan kepada para muridnya, membentuk generasi penerus yang kokoh dalam iman dan ilmu agama. Tak hanya itu, Sunan Drajat juga menggunakan media seni seperti tembang pangkur dan suluk untuk menyampaikan pesan-pesan agama kepada masyarakat dengan cara yang indah dan menghanyutkan.

Selain dakwah formal, Sunan Drajat juga memanfaatkan ritual adat tradisional sebagai sarana untuk menyebarkan ajaran Islam. Pendekatan ini membantu beliau merangkul masyarakat dengan lebih efektif, memungkinkan pesan agama untuk meresap dalam kehidupan sehari-hari mereka.
Namun, tak hanya dalam bidang spiritual, Sunan Drajat juga terkenal karena jiwa sosialnya yang tinggi. Beliau sangat peduli terhadap nasib kaum fakir miskin, memberikan bantuan dan perlindungan kepada mereka. Keseluruhan, Sunan Drajat merupakan sosok yang memancarkan cahaya kebaikan dan kearifan, meninggalkan jejak yang dalam dalam sejarah spiritual dan sosial masyarakat Indonesia, terutama di Jawa Timur.

Baca juga :   Jejak Abadi Sunan Ampel: Peran Sentral dalam Penyebaran Islam dan Warisan Budaya Jawa Timur

Wafatnya Sunan Drajat terjadi pada tahun 1522 Masehi. Makam beliau terletak di Desa Drajat, Kecamatan Paciran, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur. Disana, tempat peristirahatan terakhir Sunan Drajat menjadi destinasi ziarah bagi banyak orang yang ingin menghormati dan mengenang jasa-jasanya dalam penyebaran ajaran Islam serta pengentasan kemiskinan di wilayah tersebut.

Gelar Sunan Mayang Madu
Filosofi Sunan Drajat dalam mengentaskan kemiskinan diabadikan dalam sap tangga ke tujuh di kompleks Makam Sunan Drajat. Ke tujuh saf tangga tersebut mengandung makna filosofis yang mendalam:

“Memangun resep tyasing Sasoma” (kita selalu membuat senang hati orang lain): Sunan Drajat mengajarkan pentingnya untuk menyebarkan kebahagiaan kepada orang lain, menciptakan atmosfer kebaikan dan kasih sayang dalam masyarakat.

“Jroning suka kudu éling lan waspada” (di dalam suasana riang kita harus tetap ingat dan waspada): Bahwa dalam kesenangan, kita harus tetap waspada terhadap godaan dan tantangan yang mungkin datang.

“Laksmitaning subrata tan nyipta marang pringgabayaning lampah” (dalam perjalanan mencapai cita-cita luhur, kita tidak peduli dengan segala bentuk rintangan): Sunan Drajat mengajarkan pentingnya ketabahan dan tekad yang kuat dalam menghadapi rintangan untuk mencapai tujuan mulia.

Baca juga :   Harmoni dan Warisan Spiritual : Islam Damai di Nusantara

“Mèpèr Hardaning Pancadriya” (kita harus selalu menekan gelora nafsu-nafsu): Filosofi ini mengajarkan pentingnya untuk mengendalikan hawa nafsu demi mencapai kedamaian batin.

“Heneng-Hening-Henung” (dalam keadaan diam kita akan memperoleh keheningan dan dalam keadaan hening itulah kita akan mencapai cita-cita luhur): Sunan Drajat mengajarkan pentingnya refleksi dan kontemplasi dalam mencapai kebijaksanaan dan tujuan hidup yang mulia.

“Mulya guna Panca Waktu” (kebahagiaan lahir batin hanya bisa kita capai dengan salat lima waktu): Filosofi ini menekankan pentingnya ibadah dan spiritualitas dalam mencapai kebahagiaan yang sejati.

“Mènèhana teken marang wong kang wuta, Mènèhana mangan marang wong kang luwé, Mènèhana busana marang wong kang wuda, Mènèhana ngiyup marang wong kang kodanan” (Berilah tongkat pada orang buta, berilah makan pada orang yang lapar, berilah pakaian pada orang yang telanjang, berilah tempat berteduh pada orang yang kehujanan): Sunan Drajat mengajarkan pentingnya untuk peduli, memberikan perlindungan, dan memberi bantuan kepada sesama manusia, terutama kepada mereka yang membutuhkan.

Baca juga :   Perang Padri: Konflik Bersejarah di Sumatera Barat

Metode Dakwah Sunan Drajat
Metode dakwah yang digunakan oleh Sunan Drajat melibatkan tiga bidang utama: pendidikan, budaya, dan politik. Beliau mendirikan pesantren di Desa Drajat, Lamongan, yang menjadi pusat utama kegiatan dakwahnya. Di pesantren ini, ajaran Islam diajarkan kepada para muridnya, membentuk generasi penerus yang kuat dalam iman dan ilmu agama. Tidak hanya itu, Sunan Drajat juga memanfaatkan media seni, seperti tembang pangkur dan suluk, untuk menyampaikan pesan-pesan agama kepada masyarakat dengan cara yang menarik dan berkesan. Selain itu, beliau juga mengajarkan ajaran agama Islam melalui ritual adat tradisional, memperluas jangkauan dakwahnya kepada berbagai lapisan masyarakat.

Dalam aspek politik, Sunan Drajat menjalin hubungan erat dengan kerajaan Majapahit, memanfaatkan kedudukannya untuk mendukung dan menyebarkan ajaran Islam. Dakwahnya tidak terbatas hanya di Jawa, tetapi juga mencakup wilayah di luar Jawa, seperti Banjar, Martapura, Pasir, Kutai, Nusa Tenggara, hingga Maluku. Dengan demikian, Sunan Drajat berhasil menjangkau dan memengaruhi berbagai komunitas dan budaya di Nusantara, meninggalkan jejak yang dalam dalam sejarah penyebaran Islam di Indonesia.

What's your reaction?

Related Posts

1 of 3,262

Leave A Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *