Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy mengatakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) menginginkan pelaksanaan rapid test di Indonesia sesuai dengan standar WHO.
“Tapi bukan berarti bahwa apa yang kita lakukan selama ini tidak valid, tetapi akan kita lebih pertajam agar keputusan kita bisa betul-betul lebih tepat,” ujar Menko PMK saat menjawab pertanyaan wartawan usai Rapat Terbatas, Kamis (04/06/2020).
Menurut Muhadjir, seharusnya pelaksanaan rapid test menjangkau 30.000 orang per hari sesuai perhitungan rasio jumlah penduduk.
“Untuk mencapai ke 30.000, sekarang tahap pertama adalah 20.000. Untuk bisa melakukan tes sebanyak 20.000 harus ada tracing. Jadi tracing-nya harus lebih dari itu. Biasanya tracing yang kemudian berlanjut dengan tes itu mungkin tidak sampai seperlima,” imbuh Menko PMK.
Artinya, menurut Muhadjir, diperlukan pelacakan besar-besaran yang dilakukan secara benar dan cermat.
Agar maksimal, menurut Muhadjir, perlu melibatkan relawan seperti mahasiswa semester terakhir jurusan kebidanan, jurusan keperawatan, dan sarjana kesehatan masyarakat
Untuk testing, Menko PMK menyampaikan juga dibutuhkan relawan setingkat lebih tinggi, misalnya mahasiswa magister mikrobiologi dan magister kesehatan masyarakat.
“Kalau itu bisa kita rekrut, itu akan mengurangi beban dari laboran yang selama ini bekerja. Karena kita berharap mesin-mesin PCR yang ada itu bisa kita optimalkan jam kerjanya dan itu membutuhkan tenaga, mestinya harus ada tenaga sif, harus digilir, sehingga seandainya tidak bisa 24 jam, ya 22 jam lah alat-alat itu bisa bekerja,” kata Muhadjir.
Dengan begitu, Menko PMK berharap rapid tes bisa optimal dan kemungkinan kesalahan akibat overload beban jam kerjanya bisa dikurangi. (*)
