BloggerInfo KlikersOpiniPendidikanSosial BudayaThinker

Membangun Fondasi Etika Sebelum Menjadi Guru: Refleksi Diri Mengenai Dua Puluh Adab Menurut Kiai Hasyim Asy’ari

Sebelum memasuki dunia pendidikan sebagai seorang guru, refleksi mendalam terhadap etika merupakan langkah yang penting.

Seorang calon guru perlu merenungkan secara serius tentang etika yang berkaitan dengan hubungan dirinya sendiri sebagai landasan awal sebelum mengambil tanggung jawab sebagai pendidik. Kiai Hasyim Asy’ari, melalui karyanya yang terkenal, “Adabul Alim wal Muta’allim,” mengulas dua puluh prinsip etika yang seorang guru harus terapkan terhadap dirinya sendiri. Ini tidak hanya membentuk karakter yang kuat, tetapi juga mempersiapkan mereka untuk menjalankan peran mereka dengan integritas dan dedikasi di dunia pendidikan.

  1. Berpegang teguh pada kesadaran terhadap Allah Ta’ala, baik dalam keadaan tersembunyi maupun terang-terangan.
  2. Menjunjung tinggi rasa takut kepada-Nya dalam segala gerak, diam, dan perkataan, karena Allah adalah penjaga terhadap ilmu, hikmah, dan ketakutan. Mengabaikan hal ini dianggap sebagai bentuk khianat.
  3. Memelihara ketenangan dalam segala situasi.
  4. Menjaga wara’ (kehati-hatian dalam agama) dengan konsisten.
  5. Tetap merendahkan diri, tidak terpengaruh oleh kesombongan.
  6. Memelihara khusyuk kepada Allah Ta’ala sepanjang waktu.
  7. Bergantung sepenuhnya kepada Allah Ta’ala dalam semua urusan.
  8. Tidak menggunakan ilmu sebagai sarana untuk mencapai tujuan duniawi seperti kedudukan, kekayaan, atau reputasi.
  9. Tidak membesarkan dunia dengan memberikan penghormatan yang berlebihan, kecuali jika ada kebaikan yang melebihi kerugian itu, terutama jika membawa ilmunya ke tempat di mana dia bisa belajar darinya, meskipun pelajar itu memiliki kedudukan yang tinggi. Sebaliknya, menjaga ilmu seperti yang dilakukan oleh para salafus shalih adalah prinsip utama.
  10. Berakhlak zuhud dalam dunia, mengurangi keterikatannya tanpa merugikan diri atau keluarganya. Kesederhanaan adalah keahlian terendah, dengan merasa jijik terhadap keterikatan dunia karena pemahaman akan kehinaan, godaan, cepatnya kehancuran, dan banyaknya kesulitan.
  11. Menjauh dari pencapaian yang rendah dan hal-hal yang dibenci baik secara kebiasaan maupun syariat.
  12. Menjauhi tempat-tempat yang mencurigakan dan, jika terjadi, tidak melakukan tindakan yang merugikan martabatnya. Menolak secara terang-terangan untuk menghindari tuduhan dan fitnah, dan memberi petunjuk dengan hikmah jika diperlukan.
  13. Menjaga pelaksanaan syiar-syiar Islam, seperti mendirikan shalat jamaah, menyebarkan salam, memerintahkan yang baik, dan melarang yang mungkar dengan sabar atas gangguan. Menentang kebatilan dengan jujur di hadapan orang-orang besar dan menyembahkan diri kepada Allah Ta’ala tanpa takut celaan orang.
  14. Mengamalkan sunnah dan menolak bid’ah, menangani masalah-masalah agama dan kepentingan umat Muslim sesuai dengan syariat, kebiasaan, dan tabiat. Memilih yang terbaik dan paling sempurna dari keduanya, karena para ulama adalah teladan dan rujukan dalam hukum-hukum agama.
  15. Menjaga kewajiban syar’i secara verbal maupun fisik, seperti membaca Al-Qur’an, mengingat Allah Ta’ala dalam hati dan lisan, memperbanyak dzikir dan doa, serta memberikan perhatian khusus pada shalawat kepada Nabi Muhammad SAW.
  16. Berinteraksi dengan orang lain dengan akhlak mulia, seperti senyum ramah, menyebarkan salam, memberi makanan, menahan amarah, dan bersedia membantu. Menjauhi menyakiti orang lain, memberikan prioritas kepada mereka, meninggalkan kesombongan, berlaku adil, dan menciptakan kenyamanan.
  17. Membersihkan batin dan lahir dari akhlak buruk, membangunnya dengan akhlak yang baik.
  18. Menjaga semangat untuk meningkatkan ilmu, bekerja dengan tekun, usaha keras, dan konsisten dalam menjalankan tugas-tugas ibadah.
  19. Tidak menyia-nyiakan waktu hidup dalam hal-hal yang tidak relevan dengan ilmu dan pekerjaan, kecuali yang benar-benar diperlukan.
  20. Aktif dalam mengklasifikasi, mengumpulkan, dan menyusun karya tulis jika memiliki kemampuan. Memberikan perhatian yang layak pada setiap karya tulisnya dan tidak mengeluarkannya sebelum disempurnakan, diperiksa kembali, dan diatur dengan baik. Menerima manfaat dari siapa pun, tanpa melihat status jabatan, usia, atau keturunan.
Baca juga :   Etika dalam Menuntut Ilmu: Memahami Sepuluh Prinsip Bijak dari Kiai Hasyim Asy’ari

Dalam perjalanan menuju peran guru, kesadaran akan pentingnya etika sebagai pedoman pribadi merupakan pondasi yang tidak dapat digantikan. Melalui pandangan yang dalam terhadap adab-adab yang diperinci oleh Kiai Hasyim Asy’ari, kita diberi arahan yang kokoh untuk memperkuat hubungan dengan Allah, ilmu, dan sesama. Dengan merenungkan setiap aspek etika yang terungkap, kita membuka pintu menuju kedalaman yang diperlukan dalam menjalani peran sebagai pendidik. Semoga kesadaran akan etika ini senantiasa menjadi penuntun setia dalam perjalanan kita, menjaga diri dari kelalaian, dan menghormati profesi guru dengan setulus hati.

What's your reaction?

Related Posts

1 of 2,013

Leave A Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *