berita klikersInfo KlikersKlik NewsRegionalSosial Budaya

Tradisi Nyadran: Ungkapan Syukur dan Pemeliharaan Warisan Budaya di Desa Balongdowo, Sidoarjo

Dalam tradisi Nyadran yang diadakan di Desa Balongdowo, Sidoarjo, masyarakat setempat memegang teguh nilai-nilai budaya leluhur mereka. Ritual ini, yang diselenggarakan setiap tahun pada awal-awal bulan Ruwah, menjadi momen penting yang penuh makna bagi warga desa tersebut.

Pada Minggu, 25 Februari 2024, Desa Balongdowo menggelar tradisi Nyadran dengan khidmat. Ritual tersebut tidak hanya merupakan ungkapan syukur kepada Tuhan bagi kaum nelayan, tetapi juga sebagai penghormatan kepada arwah Dewi Sekardadu, tokoh berpengaruh dalam sejarah Sidoarjo. Dengan mempertahankan tradisi Nyadran, masyarakat Desa Balongdowo tidak hanya memelihara warisan budaya, tetapi juga memperkuat ikatan spiritual dengan leluhur mereka.

Lusi Dhaniyar, seorang pemudi dari Desa Balongdowo, mengomentari bahwa Nyadran memang merupakan tradisi ngaji dan ziarah di makam Dewi Sekardadu, dengan salah satu tujuannya adalah berdoa agar persediaan kupang (salah satu makanan khas Sidoarjo berupa kerang berukuran kecil) tidak habis. Menurutnya, pada masa ruwah atau Nyadran ini, persediaan kupang cenderung surut.

Baca juga :   Harmoni dan Warisan Spiritual : Islam Damai di Nusantara

Tradisi Nyadran di Desa Balongdowo menampilkan kekayaan budaya dengan melibatkan sekitar 40 perahu nelayan yang membawa sesajen dan nasi tumpeng untuk dilarung di muara sungai. Perjalanan budaya ini dimulai dari Sungai Balongdowo hingga Sungai Ketingan, tempat makam Dewi Sekardadu berada. Rute perjalanan sepanjang sekitar 12 kilometer ini melintasi berbagai sungai dan dusun di sekitar desa, dimulai sekitar jam 7 pagi hingga selesai.

Namun, di tengah khidmatnya ritual Nyadran, beberapa aspek kontemporer juga turut hadir. Acara adu sound yang diikuti oleh para pemuda dari desa setempat menjadi salah satu elemen yang memperkaya perayaan tersebut. Meskipun beberapa masyarakat melihatnya dengan sudut pandang negatif, Kepala Desa menegaskan bahwa acara adu sound sebenarnya bukan bagian dari tradisi Nyadran. Meskipun demikian, sebagian warga tetap memandangnya sebagai bagian dari keragaman budaya yang harus dipertahankan.

Rida Ayu Yuliana dari Desa Sawohan menyatakan pandangannya bahwa mempertahankan budaya tersebut penting sebagai ciri khas salah satu daerah di Indonesia. Baginya, tradisi ini juga merupakan bentuk rasa syukur kepada Tuhan atas rezeki yang diberikan. Meskipun terkadang ada oknum yang menyalahgunakan acara tersebut, seperti membuat karaoke atau mabuk-mabukan, Rida melihat hal tersebut sebagai bagian dari kesenangan semata.

Baca juga :   Menelusuri Kearifan Sunan Bonang: Peletak Pondasi Keberagaman dan Kebhinekaan

Dengan mempertahankan nilai-nilai budaya yang kaya dan merangkul perubahan zaman, Desa Balongdowo terus memperkuat identitasnya sebagai penjaga warisan leluhur yang teguh. Tradisi Nyadran tidak hanya menjadi momen penting dalam merayakan bulan Ruwah, tetapi juga sebagai wujud nyata dari keberagaman budaya yang harus dijaga dan dihargai.

What's your reaction?

Related Posts

1 of 3,781

Leave A Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *