Opini

Determinasi Antara Hukum Dengan Politik

Hukum dan politik menjadi isu hangat belakang ini, sehingga mebuat negara harus memberikan ruang yang begitu lega dalam menghadapi dan menengahi persoalan ini.

 

Isu politik dan hukum merupakan dua hal yang selalu menjadi perhatian publik. Pergolakan kepentingan yang selalu bias dan masif seakan-akan ada elit dan oligarki yang memainkannya.

Berpikir secara populis menjadi irama dan orkestrasi yang yang diperankan serta menjadi alasan oleh sekelompok kepentingan sehingga seakan-akan masyarakat sebagai syarat mutlak dalam dua kepentingan ini. Padahal hal ini adalah tarik ulur kepentingan dan itu dagelan peran semata.

Dampak dari kedua persoalan ini adalah upaya determinisasi terhadap dua isu hukum dan politik.

Hukum dan politik menjadi dominasi isu penting belakang ini. karena Indonesia akan menghadapi pesta pemilu pada Februari tahun 2024 yang akan datang, baik pada tingkatan legislatif maupun eksekutif. Ada banyak cara untuk menghalalkan kepentingan ini.

Sehingga kuat nya isu kadang kala membuat masyarakat terkecoh, tidak jarang kedua persoalan ini tercampur aduk serta membuat masyarakat akan sulit dalam memahami kedua persoalan ini.

Kemudian, yang menjadi basic pertanyaan masyarakat. Apakah politik dgn hukum menjadi dua hal yang sama ? Ataukah ada perbedaan. serta manakah yg lebih determinan.

Baca juga :   Gapai Kemenangan Ramadhan: PC PMII Jaktim Gelar Sekolah Pergerakan dan Pendidikan Advokasi

Tiga pokok pikiran ini sebenarnya menjadikan masyarakat kehilangan arah karena kadang kala politik membicarakan persoalan diluar dari sesuatu yang diatur oleh hukum (ius konstituendum) sehingga politik berusaha menarik hukum untuk kepentingan dan masuk dibawah kepentingan politik itu sendiri.

Hal inilah menurut para praktisi politik seakan hukum itu tidak lagi menjadi tuan karena bisa di tarik dibawah kepentingan politik manakala keduanya bertentangan.

Sehingga praktek semacam ini dapat dan bahkan sering dijumpai dalam praktek-praktek politik di Indonesia.

Disisi hukum, politik diusahakan ditarik pada perbincangan dan berusaha diatur oleh hukum supaya tidak keluar dari perlintasan hukum. Disisi ini para praktisi hukum pun berusaha agar supaya perlintasan hukum jangan sampai tunduk dibawah kaki tangan politik.

Artinya kedua-duanya memiliki daya ikat masing-masing manakala di hadapkan pada kepentingan dan terjadi adu gulat antara hukum dengan politik.

Sebagai daya angkut yang dimiliki oleh negara untuk kepentingan kedua persoalan ini adalah berusaha meng akomodir dalam bentuk peraturan yaitu dengan dilahirkannya undang- undang No.

 7 tahun 2017 tentang pemilu sebagai haluan hukum dan menjadikan politik sebagai wadah bagi hukum itu sendiri.

Disini posisi hukum dan politik ditarik supaya saling keterkaitan. Tapi lagi -lagi blunder kepentingan menjadikannya selalu bias.

Baca juga :   Panama, Perubahan Iklim & Perdagangan Global

Pembiasan nampak dari sisi politik misalnya berusaha untuk mengubah peraturan perundang-undangan mengenai batas usia maksimal dan minimal yang dilakukan pada masa-masa politik sedang hangat, meskipun dilakukan secara konstitusi yaitu dengan jalan melakukan judisial review terhadap undang-undang No.7 tahun 2017, tapi lagi-lagi melenceng dari kewenangan yang dimiliki oleh lembaga penguji tersebut.

Padahal apabila dilihat kewenangannya terbatas dan/atau dibatasi oleh hadirnya lembaga tinggi lainnya (Trias politika).

Lantas bagaimana hukum menghendaki untuk menguatkan legitimasinya serta berusaha determinan dari posisi politik.

Hukum berusaha mengatur politik dengan menghormati asas legalitas, yang menyatakan bahwa segala sesuatu harus secara padat dan jelas diatur oleh undang-undang (paham hukum positif).

Maka politik itu harus tunduk dibawah undang- undang berlaku atau hukum menjadi determinan. Sebagai dasar tapak tilas yaitu didasarkan pada asas legalitas dengan bunyi : (nullum delictum nulla poena praviele lege poenali).

Disini kehendak politik yang bias dibatasi oleh determinisasi hukum. Karena sesuatu perbuatan politik  benar -benar harus diatur atau di catat dalam bentuk hukum tertulis (Lex certa). Apabila dilihat dari sisi ini maka subordinasi hukum mestinya lebih kuat.

Baca juga :   Polling Calon Wali Kota Bekasi Periode 2024-2029

Disisi politik, hukum sebenarnya adalah produk dari politik itu sendiri sehingga  kebijakan politik legislatif dan eksekutif membuat hukum tunduk dan lemah ketika ditarik oleh kepentingan politik. Disini politik memiliki determinan dibanding hukum itu sendiri.

Bagaimana ideal keduanya.

Apabila masing-masing praktisi ini menghendaki sesuatu yang ideal maka kedua persoalan ini harus dilihat secara sejajar dan obyektif.

Artinya ketika hukum memberikan ruang bagi kebijakan politik untuk membuat suatu undang-undang atau peraturan maka disitu politik memiliki kewenangan untuk mengubah atau menambah atau menyulam undang-undang dalam rangka pembentukan suatu norma atau asas hukum baru disini hukum menghormati proses politik nya.

Akan tetapi hal yang serupa juga harus terjadi pada dimensi hukum, manakala proses politik yang menghasilkan produk undang-undang tadi maka itu akan dilihat sebagai kesepakatan politik dan itu adalah  hukum positif dan tidak boleh lagi ada pertentangan apa lagi melepaskan untuk dirubah pada lembaga yg tidak memiliki kompetensi untuk membuatnya.

Apabila keduanya diserahkan pada jalur masing-masing dan berusaha menghormati posisi masing-masing. Maka kedua persoalan ini tidak menjadi bola liar yang gampang ditarik kesana-kesini. Disini kebijakan politik dan produk hukum akan selalu inheren yang menguatkan satu sama lain.

What's your reaction?

Related Posts

1 of 146

Leave A Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *