BloggerKlik NewsPolitik

Sistem Proporsional Terbuka atau Tertutup? Ini Pendapat Direktur Eksekutif Nur Institute

Diskursus tentang pemilu dengan sistem proporsional terbuka dan tertutup belakangan santer terdengar di berbagai media.

Hal itu tidak lepas dari pernyataan ahli hukum tata negara Denny Indrayana yang mengaku mendapat informasi bahwa Mahkamah Konstitusi akan memutuskan Pemilu 2024 menggunakan sistem proporsional tertutup.

Menanggapi hal tersebut, Direktur Eksekutif Nur Institue M. Nur Aris Shoim, S.H., M.H. mengatakan bahwa sistem proporsional terbuka dan tertutup memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing.

Dalam sistem proporsional terbuka, kata Shoim, memang memungkinkan bagi rakyat untuk menentukan sendiri wakil rakyat yang diharapkannya. Calon anggota legislatif bertarung dan memperebutkan suara rakyat secara langsung.

“Model ini memang lebih memungkinkan hadirnya interaksi langsung antar anggota legislatif dengan rakyat sebagai konstituen. Begitu pula, peran kontrol dari rakyat dapat dilaksanakan secara langsung,” kata Shoim.

Namun, lanjut Shoim, dalam sistem proporsional terbuka peran partai politik tidak lebih sebagai kendaraan politik yang memberikan rekomendasi perjalanan.

Baca juga :   Pentingnya BPJS Ketenagakerjaan bagi Petugas Badan Ad Hoc Pemilu

Iklim politik menjadi individual, karena figur calon anggota legislatif menjadi lebih sangat dominan. Akibatnya, tak heran banyak calon anggota legislatif yang kurang kompeten, namun memiliki tingkat popularitas tinggi dan modal politik lainnya.

Sementara itu, dalam sistem proporsional tertutup, peran partai politik, utamanya dalam kaderisasi dan rekrutmen politik menjadi lebih dominan dan efektif.

Sehingga penentuan kader yang mengisi kursi di legislatif, dengan mempertimbangkan proses dan jenjang kaderisasi dan kecakapan.

“Dalam hal ini peran partai politik tidak saja sekadar kendaraan politik, tetapi juga sebagai institusi politik yang bertanggung jawab untuk pendidikan politik,” jelas Shoim.

Kelemahan dari sistem proporsional tertutup ini juga bersifat fundamental, karena akan ada demarkasi antara anggota legislatif yang dipilih oleh partai politik dengan konstituen yang mencoblos partai politik.

Anggota legislatif terpilih terkesan hanya mewakili kepentingan partai politik dan bertanggungjawab kepada partai politik. Sebab partai politik lah yang memilihnya untuk menjadi anggota legislatif.

Baca juga :   MK Putuskan Penghapusan Ambang Batas Empat Persen Berlaku Mulai Pemilu 2029

Shoim kemudian menyinggung soal diskusrsu sistem politik campuran atau hybrid. Menurutnya, sistem ini bisa menjadi alternative atau jalan tengah dari perdebatan antara sistem proporsional terbuka dan tertutup.

Namun, Shoim menekankan sistem alternatif ini akan lebih kompleks dan lebih rumit karena menggabungkan antara sistem proporsional terbuka dan tertutup.

“Tentu diperlukan fokus dan perhatian serius untuk mengkaji lebih jauh sistem campuran ini,” tambahnya.

Ia menyampaikan harus ada pendalaman dan pengkajian secara lebih komprehensif. Karena sistem Pemilu campuran tentu tidak sederhana, karena melibatkan berbagai faktor-faktor tertentu yang dapat dipertimbangkan.

“Karena menggabungkan dua unsur sistem Pemilu, sama halnya mengawinkan dua unsur yang saling berlawanan. Tetapi dengan kerja jangka panjang ketidakcocokan itu akan menjadi kelebihan dari sistem campuran,” tutupnya. (*)

Peneliti, Penulis, Penikmat Bola

What's your reaction?

Related Posts

1 of 3,850

Leave A Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *