Info KlikersRegionalSosial Budaya

Bekasi Kota Patriot : Gerbang Pertahanan Perjuangan Kemerdekaan

Oleh: R. Riski Dwi Koestanto (Mahasiswa UNUSIA)

Kota Bekasi merupakan salah satu Kota penayngga Ibu Kota Jakarta yang memiliki sejarah Panjang. Dimulai sejak zaman Kerajaan, Jaman Kolonial (Inggris, Belanda dan Jepang) hingga era awal kemerdekaan Indonesia.

Kota Bekasi dikenal juga dengan sebutan ‘kota patriot’. Julukan Kota Patriot disematkan karena Kota Bekasi memiliki sejarah perjuangan sebagai pintu masuk para patriot untuk merebut kemerdekaan dari tangan penjajah, serta daerah tersebut sempat menjadi medan pertempuran yang membuat penjajah gentar di masa perang, selepas Indonesia merdeka pada 1945.

Nama Bekasi sudah dikenal sejak Abad ke- 4 M, tepatnya pada zaman Tarumanegara, Bekasi disebutkan sebagai bagian atau salah satu wilayah dari kerajaan Tarumanegara.

Asal usul dari nama Bekasi berasal dari kata Bagasasi yang artinya sama dengan Candrabaga (kata yang tertulis di dalam Prasasti Tugu era Kerajaan Tarumanegara), yaitu nama sungai yang melewati kota Bekasi.

Menurut Poerbatjaraka (ahli bahasa Sansekerta dan Jawa kuno), kata Bekasi berasal dari kata Candrabhaga.

Kata Candra yang berarti Bulan dalam bahasa Jawa kuno sering disebut sasi. Bhaga artinya bagian.

Jadi Candrabhaga berarti bagian dari bulan.

Sedangkan kata Bhagasasi atau Sasibhaga sendiri mulai terkena pengaruh bahasa Belanda ketika masuk ke Indonesia.

Pada pengucapan kata Bhagasasi sering disingkat jadi Bhagasi. Sehingga orang-orang Belanda kemudian melafazkan kata Bhagasasi jadi Bacassie. 

Baca juga :   Polling Calon Wali Kota Bekasi Periode 2024-2029

Bekasi tempo dulu bernama Dayeuh Sundasembawa atau Jayagiri yang menjadi Ibu Kota Kerajaan Tarumanegara (358-669 M).  Kala itu, luas kerajaan mencakup wilayah Bekasi, Sunda Kelapa, Depok, Cibinong, Bogor hingga wilayah Sungai Cimanuk di Indramayu, Jawa Barat.

Menurut para ahli sejarah dan fisiologi, letak Dayeuh Sundasembawa atau Jayagiri terletak di wilayah Bekasi sekarang.

Sebagai Kota Patriot, tugu Kota Bekasi ditandai dengan simbol bambu runcing. Termasuk lambing Kota Bekasi juga ditandai dengan bentuk perisai.

Peraturan Daerah Kota Bekasi Nomor : 01 Tahun 1998 mengesahkan lambang daerah Kota Bekasi. Lambang tersebut berbentuk perisai dengan warna dasar hijau muda dan biru langit yang berarti harapan masa depan dan keluasan wawasan serta jernih pikiran.

Lambang tersebut berbentuk perisai dengan warna dasar hijau muda dan biru langit yang berarti harapan masa depan dan artinya adalah semangat pengabdian dalam perjuangan bangsa.

Kota Patriot

Julukan Kota Patriot artinya adalah semangat pengabdian dalam perjuangan bangsa.

Salah satu perjuangan rakyat Bekasi terjadi pada masa revolusi 1945-1949, terlebih tindakan Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Hubertus van Mook yang membuat garis demarkasi yang menyebabkan perpecahan bangsa.

Garis demarkasi ialah garis pemisah yang ditentukan dalam perundingan gencatan senjata oleh pihak yang sedang bertikai atau terlibat peperangan. 

Kali Bekasi adalah garis demarkasi antara pasukan koalisi (Inggris dan NICA) yang menduduki Jakarta dan milisi Republik yang bertahan di timur di seberang sungai.

Baca juga :   Heri Koswara Targetkan 80 Persen Suara Kemenangan Anies di Kota Bekasi

Banyak pertempuran terjadi di Kota Bekasi untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Misalnya Pertempuran di Jembatan Sasak Kapuk, Pondok Ungu, Bekasi yang dipimpin oleh tokoh karismatik Kiai Haji (KH) Noer Ali.

Sejarawan Ali Anwar dalam bukunya Sejarah Singkat Kabupaten Bekasi yang disadur dari Hops mengatakan “Bayangkan, April 1946, Belanda sudah masuk ke Bandung, dengan sebelumnya lewat Bogor, Cianjur, dan Sukabumi. Tetapi bulan Juni 1946, Belanda cuma menguasai wilayah yang awalnya dari Kali Cakung, sampai ke Kali Bekasi,”.

Bekasi layak dinobatkan menjadi Kota Patriot. Daerah ini memang memiliki keistimewaan, karena Belanda membutuhkan waktu kurang lebih dua tahun untuk menaklukkannya.

Perlawanan Gigih Rakyat Bekasi

Belanda begitu bersyahwat menundukkan Bekasi. Menguasai Bekasi sama artinya dengan menguasai benteng pertama untuk selanjutnya merebut titik-titik strategis lainnya: Karawang, Subang, dan Purwakarta.

“Misi mereka untuk menguasai pertanian dan perkebunan, bukan sekadar menguasai wilayah. Kalau sampai Juli 1947 mereka gagal menguasai Bekasi, Karawang, Subang, dan Purwakarta, kemungkinan tentara mereka di Jakarta kehabisan logistik. Jadi, penaklukkan Bekasi itu juga untuk merebut beras dan menguasai suplai logistik,” dalam buku Ali Anwar.

Serangan Belanda secara bertubi-tubi pada 10 Juni 1946 sedikit-banyak menyobek front terdepan pertahanan Bekasi di Kali Cakung sampai sebelah barat Kali Bekasi. Untuk membendung ekspansi pasukan Belanda, pejuang Bekasi memutus jembatan jalan raya Kali Bekasi tiga hari berselang.

Baca juga :   Ketua Tim Pemenangan Daerah Anies-Muhaimin Kota Bekasi Ucapkan Terimakasih Kepada Seluruh Kader PKS

Pada 9 Desember 1947, Belanda menghabisi penduduk Dusun Rawagede yang terletak di antara Karawang-Bekasi. Peristiwa itu dikenang sebagai Pembantaian Rawagede dan telah dinyatakan sebagai kejahatan perang.

“Bekasi dijajah empat lapis. Belanda, Jepang, tuan-tuan tanah Cina, dan pribumi yang berkhianat. Itu menciptakan kemiskinan ekonomi dan pendidikan. Akhirnya, Bekasi melahirkan jawara yang melakukan perlawanan. Begitu masuk era revolusi, mereka muncul kembali, bergabung ke NKRI melawan. Walaupun tidak bisa dimungkiri, beberapa jawara juga jadi pengkhianat,” dalam buku Ali Anwar.

Ali mengklaim, ada istilah “Sindrom Bekasi” pada zaman itu ketika para prajurit Belanda pura-pura sakit agar tak dikirim berperang ke Bekasi. Mereka ketakutan dengan tingkat militansi para jawara dan tentara Bekasi.

“Lebih dari itu, orangtua-orangtua di Bekasi bahkan menghibahkan anaknya untuk masuk dalam pasukan tentara,” dalam buku Ali Anwar, mengutip kesaksian Komandan Batalyon V Bekasi saat itu, Mayor Sambas Atmadinata.

“Yang bikin Mayor Sambas bangga, kalau anak Bekasi berjuang lalu meninggal di medan tempur, orangtuanya tidak menangis, karena anaknya meninggal sebagai syuhada, berjuang untuk kepentingan bangsa, negara, dan agama. Tidak ada tuntutan jika anaknya meninggal di medan tempur. Berbeda dengan di tempat lain,” dalam buku Ali Anwar.

What's your reaction?

Related Posts

1 of 796

Leave A Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *