EkonomiKlik News

Tidak Ada Hutang Pemerintah dalam Proyek Belt and Road

Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur Kementrian Koordinator Bidang Kemaritiman (Kemenko maritim) Ridwan Djamaluddin mengatakan tidak ada hutang pemerintah dalam skema belt and road initiative. Menurut Ridwan, berita yang mengatakan pemerintah menjual potensi negara ke China adalah hoaks.

Hal ini disampaikan Ridwan dalam Forum Wartawan Kemaritiman dengan tajuk “Selangkah Lebih Dekat Dengan Program Kemaritiman” di Jakarta, Senin (29/04/2019).

Kegiatan ini juga menghadirkan pembicara  Deputi Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim Purbaya Yudhi Sadewa, Deputi Bidang Koordinasi SDM, Iptek dan Budaya Maritim Safri Burhanuddin serta pakar Komunikasi UI Profesor Ibnu Hamad.

“Saya pastikan tidak ada satupun utang pemerintah yang ditandatangani dalam kesepakatan itu,” ujarnya dengan nada tegas.

Pada 25 April yang lalu, Ridwan ikut menandatangani kesepakan Kerja Sama Bilateral dalam Mempromosikan Koridor Ekonomi Kawasan yang Komprehensif.

Menurut Ridwan, pasca ditanda tanganinya kesepakatan tersebut pada Forum Belt and Road Kedua di Beijing, pelaksanaan kerja sama secara teknis dilanjutkan di level swasta.

“Jadi, pemerintah hanya membantu menyediakan payung besar kerja samanya, mempertemukan antara kepentingan pemerintah daerah yang membutuhkan investasi dengan investor lalu memberikan kepastian hukum tentang proses perizinan, setelah itu kerja sama dilanjutkan antar pengusaha,” tambah Ridwan.

Lebih jauh, dia menambahkan bahwa pemerintah RI menawarkan tiga puluh proyek yang terbagi menjadi empat koridor di Sumatera Utara, Kalimantan Utara, Sulawesi Utara, dan Pulau Bali.

“Tapi dari ketiga puluh proyek yang diusulkan itu hanya enam yang kemungkinan akan jalan,” kata Deputi Ridwan.

Proyek-proyek tersebut antara lain pengembangan Pelabuhan Kuala Tanjung di Sumatera Utara, pengembangan pembangkit listrik tenaga air di Sungai Kayan Kalimantan Utara, pembangunan kawasan industri Kualanamu di Medan.

Kemudian pengembangan Kawasan Ekonomi Bitung, penanaman kembali kelapa sawit dan pengembangan taman teknologi di Pulau Kura-Kura serta penghubung inovasi kawasan di Bali.

Jika ditotal, total nilai investasi di keempat koridor tersebut mencapai USD 91.1 miliar.

“Tapi karena prinsip kehati-hatian, ada beberapa poin yang kita belum sepakat sehingga pemerintah masih belum berencana untuk menandatangani MoU kerja sama penanaman kembali kelapa sawit dengan pemerintah Tiongkok,” pungkasnya.

Diluar proyek-proyek tersebut, Deputi Ridwan menambahkan akan ada uji kelayakan bersama dan proposal kerja sama baru di berbagai bidang antara lain mengenai program vokasi, kerja sama pengembangan atraksi wisata bersama, serta uji kelayakan sistem infrastruktur terpadu di destinasi Wisata Sumber Klampok, Bali.

“Kita bersinergi dengan berbagai kementerian teknis untuk memantau pelaksanaan kerja sama ini,” tutup Deputi Ridwan.

Sementara itu, Safri Burhanuddin mengatakan bahwa telah ada 22 kementerian dan Lembaga yang bekerja sama untuk melakukan revitalisasi, konservasi hingga penegakan hukum bagi pengusaha yang membuang limbahnya langsung ke aliran Sungai Citarum.

“Dari tahun 2019 hingga 2025, total anggaran yang dibutuhkan untuk melakukan penanganan persampahan, limbah domestik, perbaikan lahan kritis, edukasi kepada masyarakat hingga penegakan hukum membutuhkan anggaran Rp 7 triliun lebih,” bebernya.

Untuk itu, pemerintah mengalokasikan secara bertahap anggaran untuk mengatasi pencemaran di sungai terpanjang se-Jawa Barat tersebut.

Hal terbaru yang akan dikerjakan oleh pemerintah, lanjut Deputi Safri, adalah melakukan kajian terhadap kelayakan Instalasi Pengolahan Limbah (IPAL) yang dimiliki oleh industri yang beroperasi di sepanjang Sungai Citarum.

“Dari 1.629 industri yang beroperasi di sepanjang Sungai Citarum, 185 diantaranya tidak punya fasilitas IPAL, sedangkan sejumlah 1.286 perusahaan tidak terdata memiliki fasilitas IPAL,” bebernya.

Untuk mengatasi hal itu, tambah Safri, pemerintah Pusat sedang meminta kepada Gubernur Jawa Barat agar segera melakukan kajian kelayakan IPAL.

“Kalau tidak memenuhi syarat, kami akan rekomendasikan untuk ada relokasi pabrik,” tuturnya.

Lebih jauh, selain memaparkan tentang kondisi Citarum, Deputi Safri juga menjelaskan tentang program Gerakan Indonesia Bersih.

Gerakan ini merupakan gerakan moral yang mengajak masyarakat untuk sadar pada pentingnya budaya bersih karena sampah terutama sampah plastik yang tidak tertangani dengan baik pada akhirnya akan menjadi limbah yang mengotori laut.

“Gerakan ini telah diluncurkan kepada publik pada tanggal 28 April kemarin, tujuan kita adalah agar masyarakat juga ikut berkontribusi dalam mewujudkan Indonesia yang lebih bersih,” tuturnya.

Sedangkan Deputi Bidang Kedaulatan Maritim Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan bahwa pemerintah Indonesia secara resmi telah melakukan submisi landas kontinen diluar 200 mil segmen Utara Papua.

“Kita sudah melaporkan kepada PBB tentang klaim kita di wilayah segmen utara Papua pada tanggal 11 April lalu,” jelas Purbaya.

Setelah proses submisi tersebut selesai, lanjutnya, pemerintah akan segera melakukan komunikasi dengan Palau dan Micronesia karena area submisi Indonesia tumpang tindih dengan area submisi kedua negara itu.

“Apabila dari proses negosiasi diterima, maka luas perairan yurisdiksi kita akan bertambah seluas 195.568,5 km2 atau seluas negara Inggris,” bebernya.

Dengan bertambahnya wilayah tersebut, maka Indonesia juga berpotensi memiliki tambahan kekayaan mineral yang terdapat di area submisi baru itu. (*)

Peneliti, Penulis, Penikmat Bola

What's your reaction?

Related Posts

1 of 3,264

Leave A Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *