Klik NewsSosial Budaya

LaporCovid-19: 2.313 Pasien Isoman Meninggal Dunia pada 1 Juni hingga 21 Juli 2021

LaporCovid-19 melaporkan sebanyak 2.313 pasien Covid-19 meninggal dunia saat menjalani isolasi mandiri. Data tersebut merupakan rekapan kematian untuk periode 1 Juni hingga 21 Juli 2021.

Dari jumlah tersebut, DKI Jakarta menjadi daerah dengan angka kematian terbanyak pasien Isoman  dengan jumlah 1.214 pasien.

“DKI Jakarta menjadi provinsi dengan kematian kasus isolasi mandiri terbanyak, yaitu sebanyak 1.214 setelah kita gabungkan angka dari Dinkes DKI dengan temuan kita,” kata Analis Data Lapor Covid-19 Said Fariz Hibban dalam konferensi pers, Kamis (22/07/2021).

Said menuturkan kematian tertinggi terjadi pada tanggal 29-30 Juni 2021 dan 13-14 Juli 2021. Namun, data ini belum termasuk angka-angka kematian yang tidak tercatat tanggal kematiannya.

 “Tentu angka ini bukan angka sebenarnya, karena masih banyak lagi data yang belum kami dapatkan. Kami berharap lembaga-lembaga lain terkait yang memiliki akses data kematian transparan juga,” tutur Said Fariz Hibban.

Sementara itu Ahmad Arif, co-lead LaporCovid-19 mengatakan, tingginya kematian isolasi mandiri di Jakarta bukan berarti daerah lain lebih rendah.

Baca juga :   ‘Baku Declaration’ Adopsi Usulan Indonesia tentang Misi Khusus Parlemen APA ke Palestina

Hal itu, lanjut Arif karena data di Jakarta sudah mewakili kondisi real, berkat pendataan yang baik oleh Dinkes DKI Jakarta dan kesediaan mereka membagi datanya.

“Sebelum adanya data resmi dari DKI Jakarta, laporan tentang kematian isoman lebih banyak dari Jawa Barat, Yogyakarta, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Banten, baru DKI Jakarta. Jadi, sangat mungkin daerah-daerah lain lebih besar korbannya, namun belum terdata dan terlaporkan dengan transparan. Ini seperti fenomena puncak gunung es,” kata dia.

Oleh karena itu, Arif berharap adanya transparansi data kematian pasien isoman, yang seharusnya bisa menjadi indikator nyata kolapsnya fasilitas kesehatan di suatu daerah.

“Isoman seharusnya diperuntukkan bagi pasien gejala ringan atau bahkan tanpa gejala. Namun, karena rumah sakit penuh, pasien dengan gejala sedang hingga berat terpaksa isoman di rumah, dan akhirnya tak tertolong lagi,” kata dia.

Arif menyampaikan kematian isoman juga menandakan tidak berjalannya dengan baik pemantauan maupun dukungan bagi mereka, oleh fasilitas kesehatan primer maupun oleh lingkungan setempat.

Baca juga :   Media Punya Peran Strategis Dukung Pembangunan KEK di Batam

Untuk mengurangi risiko kematian pasien isoman, Arif mengusulkan, agar daerah memperbanyak pusat isolasi mandiri dengan pemantauan dari nakes.

“Banyak masyarakat kesulitan menjalani isoman, terutama jika seluruh anggota keluarganya juga positif. Dukungan pemantuan kesehatan maupun logistik sangat dibutuhkan,” kata dia.

Selain karena faskes yang penuh, Arif juga menyebutkan, banyak pasien isoman yang sengaja menghindari rumah sakit, di antaranya karena termakan mis-informasi “pengkovidan”.

Beberapa pasien menganggap bahwa itu sakit biasa, sehingga telat diperiksa dan meninggal. Hal ini terutama terjadi di kawasan suburban dan rural, yang merupakan buah dari kegagalan komunikasi risiko selama ini.

Menurut Arif, transparansi data dan komunikasi risiko yang baik diperlukan agar masyarakat sadar risiko, peduli, dan taat protokol kesehatan, termasuk bisa merespon dengan tepat jika ada yang memiliki gejala Covid-19.

“Informasi yang baik, transparan, apa adanya akan membangung sense of crisis di masyarakat,” kata Arif.

Peneliti, Penulis, Penikmat Bola

What's your reaction?

Related Posts

1 of 3,263