Klik NewsOpini

Hukum Sebagai Sarana Rekayasa Sosial (Law as a Tools Social Engineering)

law as a tools social engineering merupakan suatu konsep hukum yang digunakan sebagai alat untu merekayasa masyarakat guna menaati hukum itu sendiri. hukum bukan saja bekerja sebagai primun remedium tapi pada konsep ini hukum harus menjadi sarana kebaikan, merubah dan bahkan cenderung persuasif. sehingga masyarakat benar-benar memahami mana larangan hukum (verboden) dan manakeharusan hukum (geboden).

Pada perkembangan nya hukum dari masa ke masa memiliki corak dan bentuk tersendiri didalam pelaksanaan nya. Antara corak hukum klasik dengan corak hukum modern pun sangat berbeda di dalam melihat hukum.

Pada konsep pikiran klasik hukum selalu di hubungkan dengan kesengsaraan, penyiksaan, dan memberikan rasa sakit bagi para pelaku kejahatan (keadilan hukum distributive). Hukum semacam ini hanya menyisahkan paradigma, bahwa kita masih menganut doktrin warisan klasik yang Sebagian negara telah mengalami metamorfosa atas asumsi dan paradigma hukum yang terlalu kaku, selain dari itu perkembangan hukum di indonesia pula masih menggunakan pendekatan hukum warisan kolonial (eropa continental) yang pada dasarnya bukan menjadi corak Masyarakat indonesia yang dari dulu selalu mengedepankan pada setiap level sanksi (punisment) yaitu adanya musyawarah antara para pelaku atau pelanggar dengan kelompok yang menjadi korban.

Sedangkan hukum modern (aliran hukum social jurisprudence) dimana hukum bukan saja dilihat dari kesewenangan untuk menghukum pelaku kejahatan melainkan hukum harus mampu merubah individu dan masyarakat ke arah yang lebih baik dari perbuatan sebelumnya serta lebih cenderung menggunakan keadilan korektif, keadilan restoratif, serta keadilan rehabilitatif.  Ketiga pendekatan tersebut menjadi ukuran dalam mazhab hukum modern.

Artinya hukum pada tataran ini berusaha keluar dari paradigma yang tidak manusia bahkan cenderung pelampiasan semata. Oleh sebab itu pandangan klasik, penjatuhan pidana secara yang secara fiski seakan-akan menjadi alternatif didalam menyelesaikan untuk menghambat pertumbuhan kejahatan, tapi kenyataan sangat berbanding terbalik. Justru pada perkembangannya kejahatan kian meningkat dan bentuk kejahatan pun kian beragam serta modus yang di gunakan selalu bergeser dan berubah (tidak konservatif) berarti pendekatan hukum klasik perlu adanya korektif.

Cara-cara yang digunakan dalam merubah serta menghambat pertumbuhan pelaku kejahatan pun akan bergeser dan berbeda pula. Dalam paradigma inilah hukum perlu memiliki cara dan arah baru dalam menyelesaikan, serta merekayasa kondisi masyarakat yang jauh lebih futuristic.

sanksi yang sifatnya memberikan penghukuman yang didasarkan pada retribusi semata tidak lagi jadi solusi utama (primum remedium) pada level pelanggaran tertentu. misalnya peradilan pidana anak, pendekatan tindak pidana ringan dan ada beberapa kejahatan yang sifatnya kejahatan ringan lain nya yang bisa diterapkan sebagai solusi restoratif tanpa harus mengedepankan penghukuman (primum remedium).

Pergeseran nilai semacam ini akan terus di lihat dan di tingkatkan oleh mereka para pemangku kebijakan dalam Upaya memperbaiki hukum. Selain dari itu pergeseran nilai (Value) yang selama ini hukum hanya dianggap sesuatu yang formalistik maka hukum kekinian berusaha melahirkan paradigma yang berusaha keluar dari zona formal dan kekakuan hukum tersebut. Pikiran semacam ini sebenarnya terlahir dari ajaran rescou pound yang melihat bahwa hukum harus hadir sebagai alat merubah atau merekayasa serta sebagai alat control sosial (law as a tools social engineering) dalam kehidupan berbangsa, bernegara serta kehidupan masyarakat tertentu.

Artinya sanksi (punisment) bukan lagi tujuan utama melainkan sebagai solusi terakhir dalam menghukum seseorang.

konsep hukum law as a tools social engginering ini sebenarnya memiliki padanan yang sifatnya konkrit yang belakangan ini berusaha diterapkan oleh negara indonesia.

Sebagai contoh penerapan law as a social engineering ini,

  • dengan menciptkana peraturan, dengan memberlakukan sistem ganjil genap pada kendaraan roda empat (hukum daerah). 
  • Atau dilain hal yaitu adanya keinginan komisi pemberantasan korupsi melakukan sosialisasi terhadap para calon penjabat supaya memahami Pendidikan korupsi agar menjadi warning awal sebelum mereka benar-benar menjadi pejabat publik serta terhindar dari aktifitas yang berabau dengan kejahatan tindak pidana korupsi.

Inilah sebenarnya cerminan dari paradigma hukum sebagai alat rekayasa sosial. law as a social engineering ini bukan semata-mata hukum yang mengedepankan penjatuhan pidana melainkan negara menghendaki para subyek hukum mengedepankan pemaksaan supaya tertib dan taat terhadap kaidah atau norma yang telah disepakati.

Artinya disini hukum benar-benar bekerja sebagai sarana untuk merubah kondisi subyek hukum. Apabila dilihat secara konkrit hukum yang mengedepankan pendekatan klasik masih banyak kekurangan serta kelemahan yang membuat para pemangku kebijakan berusaha memetamorfosa hukum, misalnya banyaknya pejabat public yang telah masuk penjara tapi tidak dapat memberikan efek jera dan masih banyak kejahatan yang menggunakan pendekatan kalasik (primum remedium) ini tidak akan berpengaruh banyak pada pada pencegahan. justru hanya menambah kepadatan ruangan penjara atau lapas tapi tidak dijadikan Pelajaran bagi para calon pelaku tindak pidana berikutnya.

Sebenarnya menurut mazhab ini, hukum itu harus dipaksakan agar Masyarakat mengikuti serta melihat hukum sebagai keseimbangan, pemaksaan ini bukan dilihat dari penjatuhan pidana melainkan lebih pada keseiramaan masyarakat dan hukum serta masyarakan tidak boleh bertentangan dengan hukum (ibi society ibi ius). Hukum dengan Masyarakat itu harus bergandengan, hukum bertugas untuk menciptakan keseimbangan antara para individu dengan individu, antara individu dengan kelompok atau antara kelompok dengan negara. Perbedaan Paradigma tentang hukum ini bukan sesuatu yang tanpa alasan.

Hukum dengan menggunakan pendekatan sanksi (punisment) ternyata sampai saat ini masih menyisahkan tanda tanya besar bagi Kalangan pemerhati hukum. Misalnya semakin menumpuknya lembaga pemasyarakatan akibat dari banyanya pelaku tindak pidana. Tidak memberikan mereka efek jera yang cukup bagi pelaku kejahatan. Hal inilah yang menjadi catatan dan pedoman kuat dalam melihat hukum perlu adanya pembaharuan, rekayasa sosial dalam penerapan hukum sebagai alternatif dalam rangka memperbaiki  suatu system hukum yang selama ini kaku dan rigit.

Oleh : Ahmadin (Aktivis kelahiran Bima NTB dan Mahasiswa Universitas Bung Karno jakarta)

What's your reaction?

Related Posts

1 of 3,383

Leave A Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *