Kamis ini, 11 Maret, untuk tahun kedua berturut-turut, Presiden Prancis Emmanuel Macron akan memperingati hari penghormatan kepada para korban terorisme. Macron juga akan pergi ke Dammartin di Geole untuk menemui Michel Catalano, korban yang pernah disandera oleh Kouachi bersaudara pada Januari 2015. Kesempatan ini juga digunakan untuk mengingatkan masyarakat bahwa ancaman teroris masih sangat tinggi di Prancis.
Sejak 2017, 33 serangan telah digagalkan di Prancis, termasuk dua ancaman serangan teroris pada tahun 2020. Saat ini, ancaman tersebut berasal dari orang-orang yang sudah ada di Prancis dan mengalami radikalisasi. Hal ini merupakan tantangan besar sehingga membuat pihak keamanan layanan semakin sulit untuk mengidentifikasi orang-orang yang terpapar radikalisme. Faktor munculnya tindakan penyerangan ini salah satunya dipicu oleh hinaan terhadap Islam. Secara sederhana, faktor inilah yang berperan penting yang mendorong para tersangka melakukan aksi tersebut.
Selain ancaman di internal Perancis, ancaman luar negeri pun juga tidak boleh dikesampingkan meski tidak sekuat tahun 2015.
Terorisme juga hadir akibat intervensi Perancis di Suriah dan Sahel. Di Sahel misalnya, kehadiran militer Prancis justru mendorong organisasi teroris yang berafiliasi dengan al-Qaeda di Sahel untuk melakukan pembalasan di Eropa. Di wilayah Irak sebelah timur laut Suriah, sisa-sisa ISIS juga cukup mengkhawatirkan pemerintah Prancis. Organisasi tersebut masih mencoba merencanakan serangan di Prancis.
Ancaman terhadap Paris sebenarnya dapat diminimalisir melalui upaya meminimilasir intervensi Perancis dalam konflik di Timur Tengah dan mencegah upaya-upaya penodaan terhadap Islam. Dua faktor utama inilah yang melahirkan aksi-aksi kekerasan yang dilakukan oleh pihak-pihak yang merasal dizhalimi.
Sumber: https://www.rfi.fr/fr/france/20210310-journ%C3%A9e-d-hommage-aux-victimes-du-terrorisme-o%C3%B9-en-est-la-menace
