Info KlikersSosial BudayaSpecial Klik

Sajian Hiburan Sarat Pesan, ‘Mamaq Genyeng’ di Panggung Festival Budaya Jayakarta

Karya tari Mamaq Genyeng terinspirasi dari tradisi atau kebiasaan 'mamaq' masyarakat Sasak.

Lombok Barat- Pecah sunyi di puncak Festival Budaya Sasak dan Pameran UMKM Jayakarta usai sesi istirahat, ‘Mamaq Genyeng’ undang gelak tawa penonton di pelataran Hotel Jayakarta Lombok, Sabtu (04/03/2023). Tujuh penari cilik dengan polah tingkahnya yang lucu, centil, dan genit merupakan siswa asal sanggar tari Adeva Devayoni Lombok Barat.

 

Sesuai tema, Mamaq Genyeng sendiri merupakan sebuah karya tari kreasi yang terinspirasi dari budaya Mamaq (Nyirih) yang dimiliki masyarakat Sasak. Sebuah tradisi atau kebiasaan mengunyah sirih yang saat ini sudah mulai ditinggalkan.

 

Hadirnya tari kreasi itu menurut Ari sapaan akrab Ni Putu Ari Handayani,S.Sn. selaku koreografer, merupakan upaya untuk menyampaikan pesan kepada masyarakat tentang kekayaan budaya yang dimiliki.

“Karya tari Mamaq Genyeng ini sebenarnya terinspirasi dari budaya atau kebiasaan masyarakat Sasak yang saat ini mulai ditinggalkan. Kita punya tradisi mamaq, yaitu kebiasaan masyarakat Sasak mengunyah sirih dalam kesehariannya.” Ungkap Ari di tengah penyelenggaraan festival (04/03).

 

Photo: Anak-anak Sanggar Adeva Devayoni Sajikan Mamaq Genyeng di Festival Budaya Sasak di Hotel Jayakarta (04/03/2023)

 

Meski memuat pesan yang cukup serius untuk masyarakat tidak serta merta meninggalkan tradisinya, namun dalam penyajiannya karya itu terlihat cukup komunikatif, ringan, dan menghibur. Pasalnya setiap penari tampil dengan menghadirkan ekspresi konyol, lucu, dan genit.

 

“Kami mencoba mengemas pesan-pesan itu dalam bentuk gerak, dan dengan menggunakan gaya-gaya komik yang ringan, lucu. Dengan itu saya berharap masyarakat dapat menerima pesan yang hendak disampaikan dengan tetap merasa terhibur.” Jelas Ari

 

Meski diisajikan dengan durasi yang cukup panjang yaitu sekitar 6 menit, namun hadirnya konsp hiburan yang cukup vulgar menjadikan pertunjukan tari itu terasa cukup singkat. Berbeda dengan konsep tradisi pada umumnya yang sarat dengan gerak repetitif, karya ‘Mamaq Genyeng’ hadir dengan ragam gerak yang cukup variatif.

 

Dari penggunaan properti sendiri, karya ‘Mamaq Genyeng’ sudah menampakkan konsep yang cukup nyleneh. Penggunaan kacamata hitam, tas belanja, dan kipas, cukup menjadi sinyal hadirnya konsep hiburan yang coba diusung.

 

Photo Penyajian Tari Mamaq Genyeng Anak-anak Sanggar Adeva Devayoni di Festival Budaya Sasak di Hotel Jayakarta

Di dalam penyajiannya, ketujuh penari yang terdiri dari Chaira Archelia Agnes Joseph, Chaisa Alexandra Joseph, Emilia Frederica Gotama, Ni Putu Yurika Dewinya Adnyana, Gita Pradnya Adi Dewi Paramitha, Gracia Juliana Dinata, dan Shidqia Aisyah Nhavan Sofiyan menampilkan gaya ekspresi menirukan wajah orang yang tengah Mamaq. Gaya lengkak-lengkok dengan gestur yang cukup genit berpadu dengan nuansa permainan anak-anak menghadirkan warna sajian yang cukup kontras dan ekrpesif.

Usai sajian tari ‘Mamaq Genyeng’ rangkaian kegiatan festival dilanjutkan dengan penampilan tradisi Presean, yang menghadirkan  Pepadu Panji Kartike asal Lombok Tengah dan Pepadu Sasak Galih asal Narmada Lombok Barat.

Tradisi ‘Mamaq’ atau nyirih dalam konteks budaya Sasak merupakan sebuah kebiasaan turun temurun, dengan memadukan pinang, kapur, dan gambir yang dibungkus dengan daun sirih. Mamaq sendiri berasal dari istilah ‘ma’em’ yang berarti mengunyah.

Perpaduan dari bahan-bahan itu seluruhnya dikunyah, dan menghasilkan warna kemerahan yang biasa disebut sebagai ‘pinyang’. Selepas mengunyah biasanya orang melanjutkannya dengan ‘nyusut’ (susutan), yang tak lain adalah upaya untuk membersihkn mulut dari sisa-sisa sirih yang dikunyah dengan menggunakan tembakau.

 

 

What's your reaction?

Related Posts

1 of 2,238

Leave A Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *