Regional

Kemarau, Desa-desa di Pinggir Hutan Sukabumi Diserang Hewan Liar

Seekor kera mengamuk di sebuah Sekolah Dasar. Dua orang menjadi korban. Akhir pekan lalu. Ada dugaan, ini terkait kemarau yang panjang.

Diduga kera itu berasal dari kawasan Hutan Gunung Walat, Kabupaten Sukabumi. Hari Sabtu lalu (21/1/2017), binatang liar itu mengamuk di dalam kawasan Sekolah Dasar Negeri (SDN) Kebonbera, Desa Sekarwangi.

Dua warga terpaksa dilarikan ke rumah sakit karena mengalami luka serius akibat terkena gigitan kera. Kedua korban itu adalah Kepala SDN Kebonbera, Epi Mulyadi (52) dan Atep Hidaya, seorang  warga Kampung Babakan Rt 01, Rw 17 Desa Sekarwangi, Kecamatan Cibadak.

Dari keterangan yang dihimpun, saat hewan liar itu mengamuk, Epi Mulyadi berusaha melakukan perlawanan untuk melindungi para siswanya yang tengah belajar.

Naas, kaki kanan Epi terkena gigitan. Tidak itu saja. Kera berukuran besar dan bertaring itu pun kian beringas. Atep Hidayat yang tengah melintas dengan menggunakan sepeda motor turut menjadi korban amukan.

Pria berusia 28 tahun ini mengalami luka gigitan pada bagian pahanya.  Aksi penyerangan kera liar ini terhenti, setelah warga dan aparat kepolisian setempat melakukan penyergapan dengan menggunakan jaring.

Menjelang sore hari, hewan tersebut dievakuasi ke Pusat Penyelamatan Satwa Cikananga (PPSC). Dari dugaan sementara hewan sejenis kera yang berasal dari kawasan hutan Gunung Walat itu merambah pemukiman warga akibat kelaparan.

Setiap Tahun Terjadi Serangan Hewan Liar

Ini bukan yang pertama. Serangan hewan liar seperti ke Desa Sekarwangi, hampir setiap tahun terjadi. Juga, sejumlah daerah, terutama yang berada di sekitar kawasan hutan yang berada di wilayah Selatan Sukabumi.

Selain kera, ada juga babi hutan. Hewan itu terbilang lebih sering melakukan penyerangan. Biasanya aksi serangan hewan-hewan liar tersebut terjadi menjelang musim kemarau.

Diduga saat itu ketersediaan makanan di dalam hutan yang menjadi habitat kera maupun babi liar, tidak lagi mencukupi. Sehingga memaksa hewan-hewan tersebut harus merambah pemukiman warga.

Seranga terhadap manusia, sebenarnya jarang terjadi. Pada umumnya kera maupun babi hutan hanya merusak perkebunan atau pertanian milik warga, terutama pada tanaman palawija seperti kacang-kacangan atau jagung.

***

Wilayah Kecamatan Gegerbitang di Kabupaten Sukabumi, adalah salah satu daerah yang sering mengalami aksi serangan hewan liar. Hampir setiap tahun warga petani yang bermukim di daerah itu mengeluhkan hasil pertaniannya gagal panen karena habis dimakan atau dirusak segerombolan hewan liar yang berasal dari kawasan hutan Curug Cisayang.

Areal pertanian yang menjadi korban serangan kera dan babi ini pun jumlahnya cukup luas, yakni mampu mencapai puluhan ketar.

Puncaknya terjadi pada tahun 2010 silam, lebih dari 200 orang warga Desa Cijurey, Kecamatan Gegerbitung, terpaksa dikerahkan untuk melakukan perburuan babi dan kera.

Dalam melakukan perburuannya, warga mempersenjatai diri dengan menggunakan senapan angin dan disertai beberapa ekor anjing. Mereka menelusuri kawasan hutan di kaki Bukti Curug Cisayang yang selama ini menjadi sarang hewan-hewan liar.

“Hewan babi dan monyet ini sudah menjadi hama bagi para petani disini. Lebih dari 80 hektar areal perkebunan palawija dan juga pesawahan gagal panen akibat dirusak hewan-hewan itu. Sudah berulangkali aksi perburuan ini dilakukan, tapi hasilnya tidak maksimal, karena itulah pada bulan ini dilakukan aksi besar-besaran dengan melibatkan banyak warga,” ungkap Roni Mamahit, yang saat itu menjabat sebagai Kepala Desa Cijurey.

Di tahun 2015 lalu, peristiwa serupa juga melanda lima kecamatan. Salah satunya adalah Kecamatan Nyalindung.

Para petani di daerah tersebut mengaku mengalami kerugian hingga ratusan juta rupiah. Bahkan serangan kera dan babi hutan ini telah meluas hingga ke pemukiman warga, terutama pada bagian dapur dan gudang penyimpanan hasil pertanian.

“Serangan hewan-hewan itu menggila, sudah berani masuk ke dalam pemukiman akibatnya warga disini benar-bnenar ketakutan terutama kalangan perempuan dan anak-anak,” ungkap Jajang, salah seorang warga Desa Cijuari.

  • ditulis oleh toni kamajaya

What's your reaction?

Related Posts

1 of 396