Opini

Mengadili Kasus Pelaku Tindak Pidana Bullying Usia Anak

Belakangan ini dunia Maya dihebohkan dengan video viral terhadap seorang siswa SMP yang di “bullying” atau di aniayaya oleh teman nya sendiri, kasus ini terjadi di Kecamatan Cimanggu, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah.

Perbuatan bullying tersebut sangat  menyita perhatian banyak orang, mirisnya perbuatan tersebut menimpa seorang siswa SMP dan dilakukan oleh temannya sendiri, kasus ini terjadi di Kecamatan Cimanggu, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah.

Kejadian serupa pernah terjadi di beberapa kota lainya di Indonesia. Seringnya bullying terjadi dilakukan oleh mereka yang notabene masih anak-anak sehingga harus dilakukan penanganan khusus dalam penegakan hukumnya.

Hal serupa di Cilacap Jawa Tengah yanmg mana pelaku adalah anak-anak. Dalam kasus ini kepolisian Kapolresta Cilacap Komisaris Besar (Kombes) Polisi Fanky Ani Sugiharto telah menetapkan dua terduga tersangka yang baru duduk di bangku kelas 9 SMP, Sedangkan korban merupakan adik kelasnya (FF) yang kini duduk di bangku kelas 8 SMP.

Terhadap dua terduga pelaku, polisi memastikan proses hukumnya akan berjalan, meskipun memiliki law prosedural atau proses hukum tersendiri dalam upaya penyelesaian nya.

Anak-Anak dimata Hukum 

Dalam upaya upaya penyelesaian, serta tindakan hukum serta proses hukum apa yamg tepat untuk menjalankan maka perlu memahamai batasan usia anak, di negara Indonesia terdapat beberapa peraturan serta Undang-undang yang menjelaskan terkait kategori usia anak itu sendiri, dan persoalan ini lebih ditekankan pada definisi anak yang dilihat dari aspek hukum pidana (KUHP) dan undang- undang khusus tentang Anak.

Misalnya Didalam Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 secara jelas memberikan batasan terkait usia anak yaitu berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.

Sedangkan anak Menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA) Dijelaskan dalam Pasal 1 Ayat (3) telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun.

Sedangkan Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Pasal 45 KUHP adalah  anak yang umurnya belum mencapai 16 (enam belas) tahun. 

Ternyata hukum melihat, terdapat perbedaan dalam menentukan kategori anak terhadap usia anak itu sendiri, tentu perbedaan batasan usia ini akan berpengaruh terhadap penegakan hukumnya.

Undang-Undang yang Mengatur Kejahatan Bullying 

Kembali kasus bullying di Cilacap bahwa bullying yang dilakukan oleh kedua siswa tersebut merupakan tindakan kejahatan yang dilakukan oleh seorang atau sekelompok orang yang masih berusia anak yang memilik dampak terhadap orang lain, yang menimbulkan atau merasakan ketidak nyamanan, penderitaan serta rasa sakit terhadap pihak korbannya.

Apabila pendekatan dilihat menurut Kitab undang-undang hukum pidana terdapat beberapa Pasal-pasal yang menjerat pelaku bullying antara lain : Pasal 351 KUHP tentang Tindak Penganiayaan, Pasal 170 KUHP tentang Pengeroyokan, dan Pasal 310 dan Pasal 311  KUHP tentang bullying yang Dilakukan di Tempat Umum dan Mempermalukan Harkat Martabat Seseorang serta undang No.35 Tahun 2014 tentang perlindungan anak.

Pendekatan pasal ini tergantung bagaimana perbuatan pelaku bullying yang didasarkan pada kualifikasi perbuatan tersebut.

Mengadili Kejahatan Pelaku Bullying (usia anak)

Meskipun secara legal diatur menurut kitab undang-undang hukum pidana (KUHP) telah memposisikan, bahwa 2 orang siswa pelaku bullying tersebut secara kualifikasi  bisa dijeratkan kepadanya.

Akan tetapi pada dasarnya dalam sistem peradilan pidana anak tidak menghendaki bahwa perbuatan anak tersebut menjadikan hukum  sebagai alat utama untuk menghukum pelaku  bullying (primum remedium) akan tetapi hukum sebagai alat terakhir untuk penjatuhan pidana (Ultimum Remedium).

dengan memperhatikan ketentuan Pasal 28B ayat 2 Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) menyatakan  :

“Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”

Dengan memperhatikan ketentuan perundang-undangan tersebut, terhadap anak yang melakukan suatu kejahatan tindak pidana, negara Indonesia memiliki pendekatan yang didasarkan pada pasal 28b ayat 2 tersebut.

Dan pendekatan tersebut dapat dilihat padanannya sebagaimana termuat dalam Undang-Undang No. 11 tahun 2012 tentang sistem peradilan pidana anak.

secara Lex spesialis Undang-undang tersebut mengatur tata cara atau pendekatan untuk pelaku bullying yang masih dalam kategori anak diantaranya :

  1. Dilakukan secara diversi

Diversi merupakan upaya hukum yang dilakukan dalam upaya penyelesaian pidana dari proses pengadilan (litigasi) untuk beralih proses diluar pengadilan (Non Litigasi). Artinya proses penyelesaiannya terhadap kejahatan yang dilakukan oleh anak tidak mesti dilakukan melalui pengadilan akan tetapi ada upaya-upaya di luar dari pengadilan itu sendiri.

  1. Dilakukan secara Restoratif justice

Restoratif merupakan perubahan prosedural yang dimana melibatkan kedua orang atau beberapa orang keluarga untuk duduk bersama dalam upaya menyelesaikan permasalahan serta memikirkan bagaimana dalam memulihkan pihak korban dan memperhatikan kepentingan korban dan pelaku. 

Artinya, anak tidak boleh ada tindakan hukum yang yang sifat nya diskriminatif, harus memperhatikan pendidikan anak, kehidupan anak, masa depan anak dengan tidak mengabaikan pendekatan-pendekat dalam rangka merubah karakter, perilaku atau perbuatan pidana yang pernah dilakukan nya serta harus melibatkan Komisi Anak, orang tua dan konselor khusus anak sebagai upaya treatment dalam rangka memperbaiki pelaku dan korban demi masa depannya.

Oleh : Ahmadin (Aktivis dan Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Bung Karno Jakarta)

What's your reaction?

Related Posts

1 of 147

Leave A Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *