Oleh: Karlina Helmanita
(Dosen UIN Syarif Hidayatullah dan Founder Yayasan Sanggar Baca Jendela Dunia)
Kata ketamakan adalah kata benda, artinya keinginan untuk selalu memperoleh (harta dan sebagainya) sebanyak2nya. Padanan dari kata Arabnya طمع (tham’un).
Makna figuratif kata ketamakan, digambarkan Ibnu Atha’illah seperti tuturannya berikut:
ما بسقت اغصان ذل الا على بذر طمع.
Ma basaqat aghshaanu dzullin illa ‘ala budzri tham’in
“Tidaklah tumbuh dahan-dahan kehinaan, kecuali dari benih ketamakan.”
Ibnu Atha’illah mengumpamakan ketamakan dengan sebuah benih (biji yang ditanam atau disemaikan.pen). Bila ditanam ia tumbuh menjadi pohon kehinaan yang dahan dan rantingnya akan bercabang.
Kata ini tercela dan dapat merusak ubudiyah. Bahkan ia adalah pangkal segala kesalahan. Ia menandakan ketergantungan dan penghambaan manusia terhadap manusia.
Jika ketamakan ditanya, “siapa bapakmu?” Niscaya ia akan menjawab, “keraguan terhadap takdir”. Jika ditanya, apa pekerjaanmu? Ia menjawab, “mencari kehinaan”. Jika ia ditanya, apa tujuanmu? Ia menjawab, “memiskinkan seseorang”.
Ketamakan juga dapat merusak agama. Ketika Ali bin Abi Thalib melihat Hasan al-Basri (30-110H) di Masjid Agung Bashrah, beliau bertanya, “hai anak muda, aku akan bertanya kepadamu satu hal”…sambil memandangnya dengan pandangan dalam pada tanda kecerdasan dan keshalehannya.
Hasan Al-Basri menjawab, “tanyalah semaumu! “Apa gerangan yg menjadi pengendali agama?” tanya Ali kepadanya. Hasan menjawab, “sifat wara’.”
Ali bertanya lagi, “apa yg menjadi perusak agama?”
Hasan menjawab, “sifat tamak.” Kemudian Ali berkata, ” Duduklah! Orang sepertimu layak berbicara di hadapan manusia. Wara’ menjauhi ketamakan adalah wara’nya orang2 khusus (khawwash). Sikap ini menunjukkan kokohnya keyakinan, sempurnanya tawakal, dan tenangnya hati terhadap Allah. Sementara khawwasnya orang awam baru sebatas meninggalkan perkara2 syubhat.
Salam Hindari Ketamakan untuk Semua.
Wujudkan Pesantren Jendela Dunia.
