Info KlikersSosial Budaya

Situs Sejarah di Sangihe Sulawesi Utara Rumah Zending E T Steller Sangat Memprihatinkan

Bangunan bersejarah yang terletak di Kecamatan Manganitu Kabupaten Sangihe, Sulawesi Utara memprihatinkan dan nampak tidak terawat.

Terpantau kerusakan dari situs sejarah yakni rumah Zending E T Steller di Manganitu tersebut diperkirakan 80 persen.

Dilansir dari buku Kabar Baik di Bibir Pasifik, D Brilman menceritakan tentang misi, Zending Ernst Traugott Steller & Schroder.

Mereka berangkat dari Manado tanggal 20 Juni 1857 bersama-sama dengan Raja Manganitu (Hendrik Corneles Jacob Tamarol). Tiba di Pantai Manganitu 25 Juni 1857.

Mereka disambut masyarakat dan anak-anak sekolah. Di tahun itulah E T Steller memulai pelayanannya di Manganitu.

Puncak perkembangan pelayanannya justru di masa-masa sulit pasca Gunung Awu Sangihe 7 Juni 1892 meletus dan menelan ribuan korban jiwa.

Pada saat itu jemaat berkembang 16.000 jiwa, pendidikan berkembang dengan aktifnya 16 sekolah dengan hampir 1000 orang murid, didukung 18 guru sekolah yang membantu.

Sebelumnya juga sudah dikerjakan penerjemahan Alkitab (1888) injil Matius hingga Kisah Para Rasul ke dalam Bahasa Sangihe dan bahan-bahan bacaan lainnya oleh C W J Steller (Putri E.T. Steller).

Baca juga :   Misteri Keanekaragaman: Jejak Sejarah Agama di Nusantara

C W J Steller juga membantu Nicolaus Adriani (Tua Boba) menyusun Tata Bahasa Sangihe dalam desertasinya “Sangireesche Teksen (Naskah-naskah Sangihe).

Kemudian juga ia menyusun sebuah daftar kata Bahasa Sangihe – Bahasa Belanda, disusul kelak dengan lahirnya Kamus Bahasa Belanda-Sangihe “Sangirees – Nederlands Woordenboek” Oleh KGF Steller dan W E Aebersold (1959).

1896 E T Steller terkena wabah penyakit di Manganitu (Kolera?), ia meninggal tepat pada pelaksanaan kebaktian di gereja Manganitu pada 3 Januari 1897.

Ia dimakamkan bersama istrinya di halaman rumah zending di Manganitu.

E T Steller hingga tutup usia tidak pernah melihat tanah airnya Jerman.

Cuti yang ditawarkan kepadanya untuk pulang, ia tolak dengan perkataan, “seorang Brandenburg (suatu nama kota di Jerman), yang baik tidak meninggalkan tempat tugasnya.

Tak sedikit jasa-jasa E T Steller dan keluarganya kepada masyarakat di Kepulauan Sangihe.

Lalu hari ini kita harus diperhadapkan dengan sebuah ironi, saksi bisu sejarah, optimisme dan pergulatan batin E T Steller dalam menghidupkan karakter masyarakat pelayanannya, kini menuju kehancuran total seperti rumah pemuridannya di Gunung.

Baca juga :   Misteri Keanekaragaman: Jejak Sejarah Agama di Nusantara

Salah satu masyarakat Manganitu yang peduli dengan situs sejarah Lekra Saselah mengatakan Rumah E T Steller perlu direstorasi.

“Rumah ini perlu direstorasi. Dalam artian diperbaiki tanpa mengurangi nilai arsitektural aslinya. Perbaikan ini sebagai wujud dimana kita tidak lupa dan alpa kepada sejarah.

Terutama sejarah dedikasi para pendeta zending kepada masyarakat sangihe,” Kata Pria yang akrab di sapa Rendy.

Lanjut kata dia, bangunan yang merupakan satu-satunya warisan peninggalan zending.

Kami berharap kedepannya, bangunan ini bisa dijadikan Rumah ini perlu direstorasi.

Dalam artian diperbaiki tanpa mengurangi nilai arsitektural aslinya.

Perbaikan ini sebagai wujud dimana kita tidak lupa dan alpa kepada sejarah.

Terutama sejarah dedikasi para pendeta zending kepada masyarakat sangihe.

Mengingat bangunan yang ini adalah tinggal satu-satunya warisan peninggalan zending.

“Kami berharap kedepannya, bangunan ini bisa dijadikan semacam museum religi atau kegiatan-kegiatan kerohanian kristen.” Harapnya.

What's your reaction?

Related Posts

1 of 1,737

Leave A Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *