Klik NewsPolitik

Revisi UU Pemilu Setiap Jelang Pemilu Sebuah Kemunduran

Revisi Undang-undang Pemilu yang dilakukan di setiap menjelang Pemilu merupakan sebuah masalah. Revisi tersebut merupakan sebuah kemunduran dalam proses Pemilu itu sendiri.

Hal itu mencuat dalam diskusi “RUU Pemilu, Batal atau Lanjutkan” yang dilaksanakan oleh Komite Independen Sadar Pemilu (KISP) bersama AIPI Yogyakarta, Jumat (29/01/2021).

Dalam diskusi yang dilakukan secara virtual itu, hadir sebagai pembicara Bambang Eka Cahya (Ketua Bawaslu RI Periode 2011-2012, Dr. Phil. Ridha Al-Hamdi (Dosen Fisip Universitas Muhammadiyah Yogyakarta), Kaka Suminta (KIPP Indonesia), dan Pramono Ubaid Thantowi (Komisioner KPU RI).

Bambang Eka Cahya menyatakan bahwa revisi akan berdampak luas kepada budaya politik di Indonesia nantinya. Penghentian pembahasan revisi RUU Pemilu dapat menjadi alternatif.

“Jikalau RUU ini tidak begitu lebih baik dari Undang-undang sebelumnya atau bahkan lebih berdampak negatif, tentu ini lebih baik tidak usah dilakukan perubahan saja,” kata Bambang.

Revisi UU Pemilu juga kurang penyertaan publik yang luas.  Hal itu disampaikan oleh Kaka Suminta.

Baca juga :   Data Masuk 74,47%. Prabowo-Gibran Unggul 58,9% Pilpres 2024 Versi Situng KPU RI

Ia melihat ada kepentingan elit politik dalam proses revisi UU Pemilu.

“Kita melihat bentuk dan sikap represif dan regresif dari para aktor politik, khususnya mereka yang duduk di Parlemen yang berindikasi pada kepentingan elit atau oligarki politik semata,” katanya.

Lebih lanjut dia menyatakan bahwa DPR selalu memadukan pasal-pasal yang bertentangan dalam kontek elektoral yang ideal.

Punggawa KIPP Indonesia ini menegaskan pentingnya publik mengawal revisi UU ini.

Sementara itu  Ridho Al-Hamdi menyatakan, “berkali-kali melakukan Revisi UU Pemilu namun tidak begitu dapat menyelesaikan permasalahan yang sama dan bahkan selalu muncul”.

Dicontohkannya fenomena politik uang yang tetap menjamur meskipun berulangkali terjadi perubahan regulasi. 

Ridho mengajak untuk memperhatikan aspek non-regulasi dalam perbaikan demokrasi electoral. Peran aktor politik dalam praktik pemilu perlu menjadi perhatian khusus. 

“Peran aktor politik akan berimplikasi pada budaya politik di Indonesia yang hingga saat ini masih dinilai belum stabil”, tandas alumni Jerman ini.

Baca juga :   Hari ini! KPU Umumkan Hasil Pemilu 2024

Pramono U. Tanthowi menyoroti pentingnya regulasi pemilu yang bersifat inklusif.

Dikatakannya bahwa sistem pemilu hal yang krusial menyangkut penyelenggaraan yang demokratis.
Mengutib Sartori, pakar kepemiluan, dinyatakannya bahwa sistem pemilu merupakan hal yang mudah dimanipulasi.

“Hukum Pemilu yang tidak baik dapat menciptakan ancaman bagi integritas Pemilu,” tandasnya. 

Diskusi menghadirkan penanggap dari Ketua KPU dan Bawaslu D.I Yogyakarta. Selain dari aktivis pemilu dan masyarakat umum, diskusi juga dihadiri para penyelenggara pemilu. (*)

Peneliti, Penulis, Penikmat Bola

What's your reaction?

Related Posts

1 of 3,264

Leave A Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *