Ekonomi

Klaim Pemerintah Soal 10 Juta Lapangan Kerja Dinilai Tak Sesuai Data

Klaim pemerintah, melalui Menteri Ketenagakerjaan, Hanif Dhakiri yang menyebut bahwa sepanjang 2015 hingga 2018, pemerintah Jokowi-JK telah berhasil membuka 10,34 juta lapangan kerja, dinilai tidak sesuai data.

Penilaian ini disampaikan oleh Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI) MPO melalui siara pers yang ditandatangani oleh Ketua Umum Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (MPO), Zuhad Aji Firmantoro. Ditegaskan bahwa berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), angka tersebut belum terpenuhi.

Pernyataan tentang keberhasilan membuka 10,34 juta lapangan kerja tersebut, disampaikan oleh Menteri Ketenagakerjaan, Muhammad Hanif Dhakiri saat menghadiri Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Bidang Ketenagakerjaan Tahun 2019, di Hotel Bidakara, Jakarta, Selasa (8/1/2019).

Menaker mengungkapkan bahwa sepanjang 2015 hingga 2018, pemerintah Jokowi-JK telah berhasil membuka 10,34 juta lapangan kerja. Jika dirata-rata, setiap tahun telah tercipta 2,58 juta lapangan kerja baru bagi masyarakat.

“Tidak benar bahwa tahun 2018 sudah tercapai janji 10 juta lapangan usaha. Data BPS selama Agustus 2015-Agustus 2018 mencatat bahwa jumlah penduduk yang bekerja bertambah 9,38 juta orang bukan 10 juta orang seperti klaim Menteri Tenaga Kerja. Informasi Pemerintah tidak bersumber dari data yang valid dan cenderung misinformasi,” kata Zuhad Aji di Jakarta, Rabu (9/1/2019).

Jika dirinci, sejak 2015 hingga 2018 angka berdasarkan laporan BPS terkait lapangan usaha atau pekerjaan, yaitu: pada 2015 serapan pekerjaan sebanyak 190 ribu orang, tahun 2016 sebanyak 3,59 juta orang, tahun 2017 sebanyak 2,61 juta orang, dan 2018 sebanyak 2,99 juta orang.

“Jadi totalnya 9,38 juta orang,” tegas Zuhad Aji.

Ditegasan pula, dari hasil kajian Komisi Ekonomi PB HMI menemukan bahwa di era Jokowi-JK, lapangan kerja utama seperti sektor pertanian mengalami kemunduran. Per Agustus 2018, serapan tenaga kerja di sektor pertanian anjlok nenjadi 220 ribu orang atau -0,89%. Padahal sektor pertanian merupakan sektor penyerap tenaga kerja terbesar yakni 28,7% dari total penduduk bekerja.

Pemerintah dinilai terlambat merespon anjloknya harga sawit, karet dan kopra di level petani. Sementara itu, petani beras mengeluh besarnya impor beras merusak harga gabah petani disaat panen raya. “Kebijakan Pemerintah belum berpihak pada petani,” ungkapnya.

Di sisi lain, klaim Pemerintah berhasil menciptakan 10 juta lapangan kerja juga tidak berdasar karena lapangan kerja, khususnya di era digital, bukanlah hasil kerja pemerintah. Sebagai contoh transportasi online yang berhasil merekrut 2 juta tenaga kerja informal, adalah hasil dari inovasi anak-anak muda digital.

Justru, pemerintah dinilai plin plan dalam membuat regulasi transportasi online. Lebih dari 4 kali aturan transportasi online direvisi Pemerintah. Perlindungan terhadap driver online juga lemah.

“Artinya dalam kasus transportasi online, keberadaan pemerintah bisa dikatakan absen,” ungkap Alumni Universitas Islam Indonesia (UII) Yogayakarta ini.

PB HMI juga menemukan, sebanyak 22% pekerja di Indonesia bekerja paruh waktu (partime) naik dari setahun sebelumnya, Agustus 2017 yakni 20,4 persen. Ini membuktikan sempitnya lapangan kerja di sektor formal sehingga masyarakat terpaksa bekerja secara partime tanpa ada kepastian karier dan jaminan sosial ditempat kerja.

Sementara itu, pengangguran di tingkat SMK masih tinggi. Yakni 11,24% naik dari posisi Februari 2018 sebesar 8,92%. Pengangguran SMK bahkan lebih tinggi dari lulusan SD sebesar 2,43% dan SMP 4,8%.

Ini bukti kegagalan Pemerintah dalam merevitalisasi program vocational school atau sekolah vokasi. Lulusan SMK tidak terserap kerja karena kurangnya mutu pengajar, kurikulum yang terlalu banyak teori kelas, minim praktik dan kerjasama dengan industri.(MN)

What's your reaction?

Related Posts

1 of 344

Leave A Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *