Hari demi hari Lebanon makin parah akibat dilanda krisis ekonomi. Menghadapi situasi tersebut, Prancis meminta para pemimpin Lebanon di awal pekan agar bertindak segera untuk keluar dari krisis. Dihadapkan pada kemiskinan yang melanda mayoritas warga Lebanon, angkatan bersenjata kini menolak untuk menggunakan kekerasan untuk menghadapi para demonstran. Seolah mereka memiliki kepedulian yang sama.
Anggaran untuk gaji tentara secara bertahap menurun selama beberapa tahun terakhir. Hari ini, menurut Jenderal Georges Nader, sudah tidak mungkin lagi bagi militer untuk melakukan tugas mereka. “Bagaimana pasukan bisa berfungsi dengan baik jika anggaran untuk persenjataan, amunisi, dan pelatihan sebesar 90% dikurangi? Seorang tentara tidak bisa menafkahi istrinya karena tidak digaji. Dia tidak dapat menyediakan makanan minimal untuk keluarganya. Apa yang dapat dia lakukan? Dia tiba di baraknya tapi pikirannya masih di rumah. “
Padahal tentara merupakan salah satu pilar stabilitas di Lebanon. Tentara bahkan satu-satunya institusi yang masih bertahan. Menurut peneliti Aram Nerguizian dari Carnegie Middle East Center di Beirut: “2021 seharusnya tidak menjadi awal dari perang saudara. Ada cukup banyak ketegangan dan ketidakstabilan. Ada juga banyak persaingan geopolitik antar negara yang berbeda. Akan memalukan jika Lebanon, yang telah berbuat begitu banyak untuk membangun tentara profesional, kehilangan stabilitas ini karena semua orang terlalu sibuk memperjuangkan tempat mereka di Lebanon dan para donor asing tidak cukup termotivasi. “
Negara-negara Barat tidak dapat mengirim bantuan keuangan secara langsung ke tentara Libanon. Untuk mengatasi kebutuhan yang mendesak, Prancis telah mengirimkan lebih dari 2.000 jatah makanan kepada keluarga prajurit. Tetapi tentunya ini tidak lama. Libanon harus akan seger menemukan solusi politis untuk mencegah negara runtuh sepenuhnya.
Sumber: RFI
