Heru menyebutkan, faktor terbesar penyebab krisis air di Jawa adalah perubahan iklim. “Ada perubahan siklus air yang membuat lebih banyak air yang menguap ke udara karena peningkatan temperatur akibat perubahan iklim,” jelas Heru.selain itu alih fungsi lahan dari area resapan menjadi pemukiman dan daerah industri mengancam sumber air di Jawa.
“Jawa masih menjadi daerah industri andalan. Tahun 2040 diprediksi semua wilayah di Pantai Utara Jawa mulai dari Banten sampai Surabaya akan menjadi wilayah urban yang berpotensi mengalami defisit ketersediaan air,” tutur Heru.
Menurutnya, kondisi ini berpengaruh pada keseimbangan neraca air.
Keseimbangan neraca air ini, lanjutnya, akhirnya berpengaruh pada ketersediaan air mengingat kebutuhan air semakin meningkat akibat pertumbuhan penduduk serta perubahan tata guna lahan.
“Air yang seharusnya diserap masuk ke tanah dan bertahan lama di darat menjadi air limpasan yang langsung masuk ke saluran air ke sungai dan laut karena tanah menjadi lapisan kedap air akibat perubahan fungsi lahan,” ujar Heru.
Lewat proyeksi iklim Representative Concentration Pathways 4.5, rata-rata defisit air dalam setahun di Jawa terus meningkat sampai tahun 2070.
“Daerah-daerah yang mengalami defisit air meluas, sementara wilayah-wilayah basah di bagian barat dan tengah Jawa semakin berkurang,” ujar Heru.
“Ada daerah yang kekeringan, sementara ada juga daerah yang sampai kelebihan air. Neraca air ini harus diseimbangkan,” ujarnya.
Selain itu, ia juga memandang perlunya pemanfaatan air marginal seperti air payau.
“Air marginal sebetulnya bisa dimanfaatkan kalau ada teknologi yang murah. Saat ini belum ada teknologi di Indonesia yang mampu memenuhi untuk kebutuhan dalam jumlah besar. Sementara di negara-negara Timur Tengah air laut sudah bisa disuling untuk air bersih,” uajrnya.
Ia mengungkapkan prinsip reuse dan recycle ini bisa jadi salah satu opsi untuk mengantisipasi potensi krisis air di Jawa. “Manfaatkan air-air marginal. Salah satunya dengan penyulingan air. Mungkin teknologinya masih mahal kalau sekarang, namun ke depan ini bisa bermanfaat,” tutupnya.
Sumber : Biro Kerja Sama, Hukum, dan Humas LIPI