HeadlineOpiniSpecial Klik

Keputusan MK Bisa Batal di Eksekusi

Putusan yang dibacakan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) pada senin 16 oktober 2023 menjadi perbincangan publik dan dinilai kontroversi serta syarat dengan kepentingan elit.

Pada sidang MK pengujian undang-undang No.7 tahun 2017 tentang pemilu terhadap undang dasar 1945 terkait dengan ambang batas Usia capres dan cawapres menjadi perbincangan hangat di kalangan praktisi hukum serta menjadi perhatian public serta para politisi.

Karena didalam gugatan tersebut MK telah mengabulkan gugatan salah satu penggungat serta di putus menerima gugatan itu.

Dalam putusan tersebut meskipun dikabulkan usia capres dan cawapres 40 tahun atau pernah terpilih sebagai pejabat public bisa mengikuti kontektasi politik di kancah nasional khususnya capres dan cawapres.

Pada dasarnya putusan yang di ucapkan oleh MK tersebut memiliki kekuatan hukum yang mengikat (final and binding), akan tetapi putusan ini akan syarat sekali dengan politis dan kepentingan, terlepas dari itu untuk meberlakukan suatu putusan (asas eksekutorial) perlu adanya suatu aturan turunan sebagai pelaksana eksekusi atas putusan tersebut dan hal itu baru bisa di jalankan oleh komisioner pemilihan umum (KPU).

Baca juga :   Tok! MK Tolak Gugatan Sengketa Pilpres 2024 dari Anies-Cak Imin

Presiden dan DPR Penentu Dari Eksekutorial Putusan MK

Sejak putusan MK tersebut menjadi putusan yang final and binding bukan berarti putusan itu serta merta langsung dijalankan akan tetapi didalam pasal 10 ayat (1) dan (2) huruf d undang-undang No. 12 tahun 2011 mensyaratkan didalam hal untuk melakukan eksekusi putusan di berikan kewenangan pada dua Lembaga negara yaitu dewan perwakilan rakyat DPR atau presiden.

Artinya kedua Lembaga tersebut memiliki kewenangan eksekutorial dalam hal putusan MK tersebut.

Di lain hal salahnya putusann yang dilai terjadi tambal sulam norma akan terbuka peluang atau celah  terjadinya mala ketimpangan antara MK (yudikatif) dengan kedua Lembaga lainya yaitu legislatif atau yudikatif karena dinilai mengambil kewenangan ditiap-tiap lembaga, Hal ini bisa saja menjadi peluang terjadinya konflik of interst. karena apabila dilihat secara subtansinya pembuatan suatu norma atau aturan atau undang-undang itu terletak pada fungsi masing-masing dua Lembaga legislative dan eksekutif bukan yudikatif, Lembaga ini tidak bisa bertindak sebagai legislator(positif legislator) dan kehadiran MK dengan putusannya dinilai akan menciderai semangat undang-undang dalam menentukan kewenangan masing-masing di tiga Lembaga negara tersebut.

Baca juga :   MK Putuskan Penghapusan Ambang Batas Empat Persen Berlaku Mulai Pemilu 2029

Lebih dari itu dalam putusan MK Melalui Majelis Hakim memutus suatu perkara yang melampaui atau melebihi permintaan tuntutan dalam gugatan tersebut tidak dibenarkan (ultra petita). Hal ini juga di nilai cacat formil.

Sehingga harapan publik dalam putusan tersebut melahirkan putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono) hanya menjadi keinginan semata.

MK Telah Berubah Fungsi sebagai Lembaga Legislator

Sebenarnya MK sejak awal dibentuk adalah Lembaga negara yang diberikan kewenangan yang oleh undang-undang 1945 sebagai Lembaga (yudikatif) yang berwenang untuk mengadili sengketa hukum antara pejabat public dengan pejabat public, sengketa pemilu serta pengujian undang-undang terhadap undang dasar 1945. Lagi-lagi sifat pengujian tersebut berubah menjadi pembuat undang. 

akan tetapi lagi-lagi MK menjadi bias kewenangan hal itu sangat terlihat Sejak dibacakannya putusan tersebut secara nyata (in conkrito)  lembaga tersebut tidak lagi representase sebagai lembaga yudikatif melainkan sudah beralih sebagai Lembaga legislator. Hal ini bisa tercermin dari hasil putusan MK itu sendiri.

Baca juga :   MK Putuskan Calon DPR, DPD Tidak Perlu Mundur Saat Maju Pilkada 2024

Oleh : Ahmadin (AKtivis kelahiran NTB dan Mahasiswa Univeristas Bung Karno Jakarta

What's your reaction?

Related Posts

1 of 1,191

Leave A Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *