EkonomiKlik News

Utang Capai Rp6.000 Triliun, BPK Khawatir Pemerintah Tak Bisa Bayar Utang

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyampaikan kekhawatiran kepada Presiden atas kemampuan pemerintah membayar jumlah utang yang membengkak.

Kepala BPK Agung Firman Sampurna mengatakan kekhawatiran itu berdasarkan penambahan jumlah utang pemerintah lebih dari Rp6.000 triliun melebihi laju pertumbuhan PDB dan melihat tren penerimaan negara.

“Tren penambahan utang pemerintah dan biaya bunga melampaui pertumbuhan PDB dan penerimaan negara sehingga memunculkan kekhawatiran terhadap penurunan kemampuan pemerintah membayar utang dan bunga utang,” jelas Agung

Lebih lanjut, utang pemerintah juga belum memperhitungkan unsur kewajiban pemerintah yang timbul seperti kewajiban pensiun jangka panjang, kewajiban putusan hukum yang inkrah, kewajiban kontigensi dari BUMN dan lainnya.

Indikator kerentanan utang tahun 2020 diketahui melampaui batas rekomendasi International Monetary Fund (IMF) dan atau International Debt Relief (IDR).

“Indikator kesinambungan fiskal tahun 2020 sebesar 4,27 persen melampaui batas yang direkomendasikan The International Standards of Supreme Audit Institutions (ISSAI) 5411 – Debt Indicator yaitu di bawah 0 persen,” jelasnya.

Baca juga :   Efek Pengganda Pembangunan Infrastruktur Belum Berdampak pada Sektor SDM di Kulon Progo

Sebelumnya, Agung membacakan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) dan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II di Istana Negara, Jumat (25/06/2021).

Dalam laporannya, LKPP dan IHPS II mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).

Meski begitu, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan terkait pengelolaan keuangan negara, terutama menyangkut penanganan program Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PCPEN).

Pertama, pemerintah belum menyusun mekanisme pelaporan kebijakan keuangan negara untuk menangani dampak pandemi Covid-19 pada LKPP dalam rangka implementasi Pasal 13 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020.

“Lalu, realisasi insentif dan fasilitas perpajakan dalam PCPEN minimal Rp 1,69 triliun tidak sesuai dengan ketentuan,” ujar Agung.

Kemudian pengendalian dan pelaksanaan program belanja PCPEN sebesar Rp 9 triliun pada 10 KL tidak memadai.

Penyaluran belanja subsidi bunga KUR dan non KUR serta belanja lain-lain Kartu Prakerja juga belum memperhatikan kesiapan pelaksanaan program sehingga terdapat sisa dana Rp 6,77 triliun.

Masalah lainnya ialah realisasi pengeluaran pembiayaan tahun 2020 sebesar Rp 28,75 triliun tidak dilakukan secara bertahap sesuai kesiapan dan jadwal kebutuhan penerima akhir investasi.

Baca juga :   Hidayatullah: Jor-Joran Bansos Diduga Penyebab Beras Langka dan Mahal

“Pemerintah belum selesai mengidentifikasi pengembalian belanja atau pembiayaan PCPEN tahun 2020 di tahun 2021 sebagai sisa dana SBN PCPEN tahun 2020 dan kegiatan PCPEN tahun 2020 yang dilanjutkan di 2021,” kata Agung. (*)

Peneliti, Penulis, Penikmat Bola

What's your reaction?

Related Posts

1 of 3,264

Leave A Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *