Hukum-KriminalKlik News

Mahfud MD: Amandemen UUD 1945 Wewenang MPR RI

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyebutkan amandemen Undang-undang Dasar (UUD) 1945 merupakan wewenang MPR RI

Hal itu sebagaimana disampaikan oleh Mahfud Diskusi Konstitusi yang diselenggarakan oleh Integrity Lawfirm yang mengambil tema “Urgensi Amandemen Konstitusi di Tengah Pandemi: Untuk Kepentingan Siapa?” pada Kamis (26/08/2021).

Mahfud menyampaikan pemerintah tidak berada dalam posisi setuju atau tidak karena tidak mempunyai kewenangan.

“Resminya pemerintah tidak bisa mengatakan setuju perubahan atau tidak setuju perubahan. Pemerintah dalam hal ini hanya akan menyediakan lapangan politiknya. Silakan sampaikan ke MPR/DPR RI, kita jaga, kita amankan. Itu tugas pemerintah. Ada pun substansi mau mengubah atau tidak itu adalah keputusan politik, lembaga politik yang berwenang,” kata Mahfud.

Menurut Mahfud perubahan konstitusi merupakan wewenang MPR yang mewakili seluruh rakyat, yang kaki-kaki kelembagaannya ada di DPR, partai politik, DPD, dan lainnya.

“Sehingga, berbagai kekuatan atau aspirasi di dalam masyarakat tentunya disalurkan disalurkan ke dalam kaki-kaki kelembagaan yang disediakan oleh konstitusi itu,” tuturnya.

Baca juga :   Hidayatullah: Jor-Joran Bansos Diduga Penyebab Beras Langka dan Mahal

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) ini menegaskan pemerintah tidak ikut campur dalam rencana amendemen terbatas itu.

“Pemerintah tidak menyatakan setuju atau tidak setuju, karena sebenarnya perubahan itu tidak perlu persetujuan pemerintah,” ujarnya.

Namun Guru Besar Hukum Tata Negara ini menggarisbawahi karena konstitusi itu adalah produk resultante politik, maka di dalam sepanjang sejarah Indonesia tidak ada.

Bahkan, hampir tidak ada, sebuah produk konstitusi itu yang selalu dianggap bagus. Begitu dilahirkan langsung dikritik bahwa ini salah.

“Konstitusi itu resultante, produk kesepakatan berdasar situasi sosial politik ekonomi dan budaya pada saat dibuat. Mungkin sekarang sudah ada perubahan sosial, politik, ekonomi, dan budaya sehingga perlu berdiskusi lagi untuk mempersoalkan. Saya kira itu bukan wewenang pemerintah. Tetapi akademisi boleh membahas itu, baik dan buruknya tidak dilarang,” kata Mahfud.

Pembicara lain dalam diskusi itu, antara lain, Wakil Ketua MPR RI Arsul Sani, Guru Besar Hukum Tata Negara dan Senior Partner Integrity Law Firm Denny Indrayana, Ketua PSIK Indonesia Yudi Latief, dan Akademisi STHI Jentera Bivitri Susanti. (*)

Baca juga :   ‘Baku Declaration’ Adopsi Usulan Indonesia tentang Misi Khusus Parlemen APA ke Palestina
Peneliti, Penulis, Penikmat Bola

What's your reaction?

Related Posts

1 of 3,267

Leave A Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *