Klik NewsPolitikSpecial Klik

Demokrasi Religius, Sebuah Jalan Tengah antara Liberalisme-Sekularisme dan Fundamentalisme Keagamaan

Demokrasi Religius adalah jalan tengah. Di tengah ketegangan antara kelompok yang menginginkan Indonesia sebagai negara sekuler-liberal dengan kelompok yang menginginkan Indonesia menjadi negara Islam.

Muhammad Azhar meyakini gagasan Demokrasi Religius ini sesuai dengan kultur Indonesia yang berwatak nasionalis tetapi juga agamis.

Gagasan Demokrasi Religius yang diusung Azhar ini mengantarkannya memperoleh gelar Professor dalam bidang Studi Islam.

Dalam acara Rapat Senat Terbuka Orasi Ilmiah Guru Besar Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Sabtu (30/01/2021), Azhar menyampaikan orasi ilmiah dengan judul “Demokrasi Religius untuk Indonesia Berkemajuan dan Berkeadaban, Alternatif antara Liberalisme-Sekularisme dan Fundamentalisme Keagamaan”.

Dalam orasi ilmiah tersebut, Azhar mengatakan religiusitas demokrasi bermakna transendental, yakni adanya nilai-nilai ketuhanan yang masuk dalam demokrasi.

“Dengan demikian, pengertian Demokrasi Religius mengandung pengertian bahwa model demokrasi yang dianut dalam konteks keindonesiaan harus berbasis atau mengakomodasi nilai-nilai transendental agama-agama, jadi tidak hanya satu agama,” terang Azhar.

Azhar mengungkapkan 11 poin terangkat terkait dengan panduan umum pemaknaan Demokrasi Religius dalam konteks keindonesiaain, yaitu pertama adanya keselarasan antara hak dan restu Tuhan dengan hak manusia.

Kedua terciptanya masyarakat yang toleran, menghargai pluralitas, tidak truth claim, jauh dari sikap etnosentris-rasis-sektarian, maupun diskriminatif, ketiga pentingnya rasionalitas dalam intepretasi teks keagamaan.

Keempat pentingnya pemisahan agama dan politik, namun jalannya kehidupan politik, secara substansial, dikontrol nilai agama. Sebaliknya, sistem politik yang berlangsung juga harus mengakomodasi nilai agama yang obyektif.

Kelima objektifikasi nilai-nilai agama yang bersifat adil, benar, dan humanis, Keenam memiliki komitmen terhadap konsep keamanan dan kesejahteraan masyarakat, Ketujuh antikekerasan dalam segala perjuangan aspirasi pribadi maupun kelompok.

Kedelapan bersikap bebas, Kesembilan mengedepankan substansi keagamaan, bukan formalitas agama, Kesepuluh pentingnya konvergensi antara nalar akal dan wahyu atau teks keagamaan secara terus menerus.

Yang kesebelas lembaga keagamaan jangan mudah “memanfaatkan”—bahkan mempolitisasi—lembaga tersebut secara terburu-buru menafikan paham yang berbeda, terkecuali jika benar-benar membahayakan keamanan negara. (*)

Peneliti, Penulis, Penikmat Bola

What's your reaction?

Related Posts

1 of 3,601