EkonomiKlik News

CENITS: Perlu Paradigma Baru dalam Pengelolaan Energi Nasional

Soni Fahruri, founder CENITS (Centre for Energy and Innovation Technology Studies) menyampaikan bahwa perlu adanya paradigma baru dalam pengelolaan energi, termasuk migas. Migas seharusnya bukan sebagai komoditas belaka, namun digunakan sebaik-baiknya untuk modal pembangunan dan mensejahterakan rakyat.

Hal tersebut mencuat dalam diskusi yang digelar oleh para alumni ITS Kalimantan Timur dengan tema “Minyak dan Gas Bumi Sebagai Modal Pembangunan”. pada Sabtu, (07/09/2019) di Ballroom Hotel Grand Tjokro, Balikpapan-Kalimantan Timur.

Diskusi terselenggara berkat kerjasama CENITS (Centre for Energy and Innovation Technology Studies) dengan PC IKA ITS Balikpapan Kalimantan Timur.

Hadir sebagai narasumber antara lain: M. Ridwan Hisjam (Ketua Senat PP IKA ITS, yang juga Pimpinan Komisi VII DPR RI), Syaifuddin (Kepala SKK Migas Kalimantan dan Sulawesi), Satriyo Nugroho (Direktur Teknik dan Pengembangan PT. Pupuk Kalimantan Timur), Soni Fahruri (Direktur CENITS), dan bertindak sebagai Moderator adalah Moko Priyambodo (Ketua IKA ITS Balikpapan),

Syaifuddin, yang merupakan kepala  SKK Migas Kalimantan dan Sulawesi menyampaikan tentang upaya dalam mengoptimalkan Migas sebagai modal pembangunan melalui peran pemerintah daerah.

“Kontribusi hulu migas dalam menggerakkan ekonomi daerah antara lain: dana bagi hasil, participating pinterest, CSR, pajak dan kontribusi daerah, tenaga kerja lokal, penggunaan fasilitas penunjang operasi dan pasokan gas”. Ujar Syaifuddin dalam pemaparannya.

Narasumber lain, Satriyo, dalam paparannya menyinggung tetang kebutuhan Methanol Indonesia akan semakin meningkat seiring dengan kebijakan pemerintah untuk meningkatkan pemakaian Biodisel dari B20 ke B30/B100.

Menurut Satriyo, bila tidak ada pembangunan pabrik Methanol baru maka diperkirakan pada tahun 2020
Indonesia akan mengimpor methanol diatas 1,1 juta ton.

Satrio menegaskan bah perlu ada Pengembangan Petrokimia berbasis gas yang akan memberikan value added dan multiplier effect dibandingkan jika langsung diekspor dalam bentuk LNG. Ketersediaan infrastruktur pendukung proyek seperti lahan, utilitas, dan dermaga cukup lengkap dapat menghemat biaya proyek lebih rendah sekitar 15%. Lebih jauh.

Satriyo mengatakant “Pabrik Methanol dapat disinergikan dengan Pabrik Amoniak eksisting PKT dengan memanfaatkan ekses CO2 sebagai bahan baku methanol sehingga mengurangi konsumsi gas sebesar 3,2 MMSCFD.”

ANggota DPR RI komisi VII, Ridwan Hisjam, mengingatkan bahwa Amanat Pasal 33 ayat (3) UUD Tahun 1945 yang menegaskan bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Migas yang berada di Kalimatan Timur cukup melimpah, namun ada yang sangat melimpah dan belum dipergunakan dengan baik, yakni PLTA di sungai Tenayan (sekitar 6.000 MW), tenaga matahari, panas bumi dan lainnya.

Anehnya pembangkit listrik di Kaltim 70% bersumber batubara (PLTU) yang mencemari lingkungan.

Ridwan berpendapat perlu ada langkah strategis untuk mengoptimalkan pembangkit bersumber energi terbarukan.
“Apabila Ibukota Negara jadi di Kaltim, itu seperti membangun kota baru, saya ingatkan agar potensi energi terbarukan dipergunakan secara optimal, agar kesehatan rakyat dapat terjaga. Misal: Kota Masdar di Uni Emirat Arab, menggunakan energi terbarukan untuk memenuhi kebutuhannya, padahal kaya akan Migas, namun upaya demi menjaga keberlanjutan bagi generasi yang akan mendatang”

Ridwan juga menegaskan bahwa Migas yang berada di perut bumi tidak akan berpindah, oleh karena itu tidak perlu boros menggunakannya, hanya diambil secukupnya untuk kebutuhan rakyat

Presiden Klikers Indonesia, Peneliti, penulis, pembelajar, ayah dari dua anak

What's your reaction?

Related Posts

1 of 3,265