HeadlineHukum-KriminalPolitik

Eks Pejabat Kemendagri Janji Bongkar Korupsi Proyek E-KTP Saat Ditahan KPK

Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memutuskan untuk melakukan penahanan terhadap tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan paket penerapan KTP berbasis nomor induk kependudukan secara nasional (E-KTP) 2011-2012, Irman.

Pria yang pernah menjabat sebagai Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil di Kementerian Dalam Negeri ini ditahan usai menjalani pemeriksaan sebaga tersangka.

Penahanan ini akan dilakukan selama 20 hari pertama di rumah tahanan kelas I Jakarta Timur cabang KPK yang berlokasi di gedung KPK.

“Tsk I (Irman) ditahan dari 21 Desember 2016 sampai 9 Januari 2017,” ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah, Rabu (21/12/2016).

Sementara itu, Irman yang ditanya wartawan mengenai penahanannya mengaku pasrah dan akan mengikuti proses hukum yang ditentukan KPK kepadanya.

Bongkar Kasus E-KTP

KPK sudah mendalami kasus e-KTP pada tingkat penyidikan selama lebih dari dua tahun. Namun, baru dua tersangka yang ditetapkan pada proyek triliunan rupiah ini. Irman dan Sugiharto yang merupakan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Dirjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri.

Keduanya dijerat Pasal 2 ayat 1 subsider Pasal 3 Undang-Undang 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi junto Pasal 55 ayat 1 ke-1 junto Pasal 64 ayat 1 KUHP.

Irman dan Sugiharto berjanji akan bekerjasama dengan penyidik KPK untuk membongkar lebih dalam setiap pihak yang terlibat dalam perkara ini.

Menurut pengacara Irman, Soesilo Ariwibowo, bahwa kliennya sudah mengajukan permohonan menjadi “justice collaborator” atau saksi pelaku yang bekerja sama dengan penegak hukum.

“Sudah diajukan sejak 24 November lalu, yang mengajukan Pak Sugiharto dan Irman,” kata Soesilo yang mendampingi pemeriksaan Irman.

Pada perkara ini, Audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang dilakukan pada semester I tahun 2012 menemukan adanya pelanggaran dalam pelaksanaan tender e-KTP, yakni melanggar Peraturan Presiden Nomor 54/2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah. Pelanggaran tersebut telah berimbas kepada penghematan keuangan negara.

Dalam auditnya, BPK menemukan ketidakefektifan pemakaian anggaran dalam proyek ini sebanyak 16 item dengan nilai Rp 6,03 miliar, dan tiga item senilai Rp 605,84 juta. Kemudian terdapat lima item yang diindikasikan merugikan keuangan negara senilai Rp 36,41 miliar, dan potensi kerugian negara sebanyak tiga item senilai Rp 28,90 miliar.

Selain itu, BPK juga menemukan pelanggaran dalam proses pengadaan proyek e-KTP.‎ Dari hasil audit BPK juga disimpulkan bahwa konsorsium rekanan yang ditunjuk, yakni Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI), tidak dapat memenuhi jumlah pencapaian e-KTP tahun 2011 yang telah ditetapkan dalam kontrak. Hal tersebut terjadi karena PNRI tidak berupaya memenuhi jumlah penerbitan e-KTP tahun 2011 sesuai kontrak.

Dalam audit BPK disebutkan juga terdapat ‘kongkalikong’ yang dilakukan antara PT PNRI dengan Panitia Pengadaan. Persekongkolan itu terjadi saat proses pelelangan, yakni ketika penetapan Harga Perkiraan Sendiri (HPS).

What's your reaction?

Related Posts

1 of 1,511