Info KlikersOpiniPendidikanSosial Budaya

Kisah Nyata :Mengamalkan Ilmu dan Riyadhohnya Sunan Bonang

Salah satu dari wali songo, tergolong wali yang sukses diangkat oleh allah untuk menjadi wali dengan menggunakan strategi riyadhoh atau tirakat yang berupa menyedikitkan makan, meninggalkan keenakan di saat tidur dan terus menerus menekankan dirinya agar tidak menuruti hawa nafsu. Beliau juga menekankan pada dirinya untuk selalu melakukan ibadah-ibadah fardlu dan sunnah. Beliau yang selalu mentaati perintah Allah adalah Sunan Bonang.

Sayyid Ibrahim Bin Sayyid Rahmat merupakan nama asli dari Sunan Bonang. Beliau menikah dengan Dewi Iroh Binti Jaka Qondar dan memiiki seorang putri Bernama Rohil. Sayyid Ibrahim menetap di sebuah desa yang bernama bonang yang berada di daerah lasem, kemudian menjadi imam bagi penduduk lasem dan tuban. Sayyid Ibrahim menyendiri di puncak gunung gading yang berada di dekat pantai. Di tempat itu Sunan Bonang bersungguh-sungguh untuk beriyadloh dan memerangi kehendak setan dan menjauh dari hiruk pikuk manusia. Seperti yang telah di utarakan oleh lisanul halnya :

“ Dalam mencintaimu aku tinggalkan seluruh manusia, dan aku jadikan keluargaku yatim supaya aku bisa melihatmu. Andaikan kau memotong cintamu untukku hanya sepotong, maka sungguh hatiku tidak akan bisa tenang pada orang lain (yang menempati hatiku). Saat mendatangimu semoga kau semoga kau ampuni semua  kelemahan  (dosaku), dan aku datang kepadamu dengan selalu mengharap ridlomu. Jika saja Ya Muhaimin, aku melakukan sebuah kedurhakaan, maka aku tak akan sujud menyembah kepada selainmu. Wahai Tuhanku…hambamu yang penuh maksiat dating kepadam, mengakui dosa-dosa dan mengakui telah durhaka kepadamu. Apabila engkau mengampuni dosaku, maka engkau memang Maha Mengampuni. Apabila engkau menolak taubatku, maka kepada siapa lagi aku berharap”.

Riyadloh dan tirakat tersebut istiqomah dierjakannya sampai Allah menaikan derajatnya yaitu menjadi Wali dan bergelar Sunan Bonang. Sebagian dari karomahnya yaitu dahi, hidung, kedua lutut serta telapak kaki beliau masih membekas di batu besar dan keras bahkan sampai sekarangpun masih terlihat jelas. Kemudian batu tersebut dikenal dengan nama “pasujudan”. Sampai sekarang masyarakat memanfaatkannya sebgai ritual “ ngalap berkah” di atas batu tersebut.

Baca juga :   Cucurak: Tradisi Berbagi dan Kebahagiaan dalam Menyambut Bulan Suci Ramadan di Bogor

Referensi : Nailul Huda. Agustus 2018. Tasawuf Kebangsaan dalam Bingkai Walisongo. Kediri : Santri Salaf Press.

What's your reaction?

Related Posts

1 of 1,872

Leave A Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *