Klik NewsPolitik

Al Makin: Pancasila Tidak Ada Pada Hafalan dan Tafsiran, Tetapi Pada Sikap

Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Prof. Dr. Phil. Al Makin, S.Ag., MA mengatakan bahwa Pancasila tidak ada hanya pada hafalan dan tafsiran, tetapi ada pada sikap.

“Sikap pancasilais adalah sikap yang terbuka, sikap mengayomi semuanya, sikap mengajak semuanya, dan sikap untuk maju,” kata Al Makin dalam diskusi publik online yang digelar oleh Nur Institute dengan tema Pancasila dan Implementasi Hak Asasi Manusia pada Minggu (06/06/2021).

Untuk membentuk sikap Pancasilais itu, Al Makin mengajak para pemuda untuk menumbuhkan sikap kritis dengan banyak belajar dan membaca.

“Pancasila itu lahir dari situ, Pancasila lahir dari sikap kritis terhadap hegemoni Eropa, dalam hal ini Belanda pada waktu itu, kemudian perlunya mempunyai jatidiri yang Indonesia, yang merdeka, yaitu berupa Pancasila,” tutur Al Makin.

Namun, Al Makin melihat kemauan belajar dan membaca pemuda di Indonesia saat ini masih sangat rendah, masih kalah dengan pemuda negara ASEAN yang lain, seperti Malaysia, Filipina, dan Brunei Darussalam.

Baca juga :   ICMI Muda Kaltara Gelar Webinar Sebagai Bentuk Inisiasi Riset Dalam Bidang Pertanian di Kalimantan Utara

Ia menyebut hasil riset terbaru dari sebuah lembaga yang menyatakan Indonesia berada pada ranking ke 60 dari 61 negara dalam hal minat baca.

Akibat dari lemahnya kemauan belajar dan membaca itu, Al Makin menyebut banyak pemuda yang kemudian terjebak pada doktrin dan dogma.

Sementara itu Ketua Presidium ICMI Muda Pusat Tumpal Panggabean menyampaikan bahwa Pancasila adalah kesepakatan yang spektakuler.

“Pancasila adalah sebuah kesepakatan yang bisa menjadi titik temu dari segala perbedaan, khususnya perbedaan agama,” kata Tumpal.

Tumpal menambahkan dalam perspektif agama Islam, nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila sesuai dengan ajaran Islam.

 “Pancasila, ya nilai-nilainya semua adalah kebaikan-kebaikan di dalam Islam,” kata Tumpal.

Pembicara lain, yaitu Ketua Umum DPN Bintang Muda Indonesia (BMI) Farkhan Evendi, MAP menyoroti Pancasila yang dijadikan alat untuk memukul kelompok tertentu.

“Nah ini sangat kentara di Indonesia bagaimana Pancasila dijadikan alat, mohon maaf ya, kembali pada masa orde baru, menjadi tafsir tunggal atas kekuasaan demi kepentingan tertentu,” kata Farkhan.

Baca juga :   ICMI Muda Kaltara Gelar Webinar Sebagai Bentuk Inisiasi Riset Dalam Bidang Pertanian di Kalimantan Utara

“Ada kelompok tertentu, dimatikan atas nama negara, bukankah itu melanggar hak,” lanjut Farkhan

Farkhan kemudian menyoroti tes wawasan kebangsaan (TWK) yang baru-baru ini dilaksanakan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai syarat peralihan status pegawai menjadi aparatur sipil negara (ASN).

Menurut Farkhan, pertanyaan-pertanyaan dalam TWK KPK itu menyudutkan kelompok tertentu dan membangunkan puritanisme.

Sedangkan Dosen Universitas Esa Unggul Syurya Muhammad Nur, M.Si menyatakan bahwa Pancasila sudah final sehingga tidak perlu diperdebatkan. Perdebatan itu, menurut Syurya, bisa dibuka dalam konteks implementasi dari Pancasila.

Ia menyampaikan adanya potensi Pancasila dijadikan sebagai alat oleh para pembuat kebijakan demi meraih kepentingan tertentu.

“Ada satu kata dari Buya Syafii Ma’arif bahwa apabila Pancasila ditarik ke ranah politik itu adalah bentuk pengkhianatan,” kata Syurya.

Selanjutnya Syurnya mengungkapkan banyaknya pelanggaran HAM yang belum terselesaikan oleh pemerintahan saat ini, baik itu pelanggaran HAM masa lalu maupun yang terjadi belakangan ini. (*)

Baca juga :   ICMI Muda Kaltara Gelar Webinar Sebagai Bentuk Inisiasi Riset Dalam Bidang Pertanian di Kalimantan Utara
Peneliti, Penulis, Penikmat Bola

What's your reaction?

Related Posts

1 of 3,259