berita klikersInfo KlikersKlik News

Tidak Anti ChatGPT, UICI Kembangkan Sistem Nol Plagiarisme

Ada kesalahpahaman yang dialami oleh kebanyakan orang tentang digitalisasi di dunia pendidikan. Banyak yang menganggap digitalisasi di dunia pendidikan sekedar menggunakan alat komunikasi dengan platform seperti zoom atau google meet.

Padahal, penggunaan zoom dan sejenisnya itu hanya merubah tatap muka dalam bentuk cyber space. Jadwal pembelajaran harus menyesuaikan antara guru dengan peserta didik.

Digitalisasi dalam dunia pendidikan bukan seperti itu. Digitalisasi dalam dunia pendidikan merujuk kepada otomatisasi pada perangkat komputer, seluler, internet, dan jenis teknologi lainya untuk kegiatan belajar mengajar.

Universitas Insan Cita Indonesia (UICI), sebagai perguruan tinggi digital pertama di Indonesia, telah mengembangkan platform Artificial Intelligence Digital Simulator Teaching Learning System (AI DSTLS).

Platform AI DSTLS ini berbasiskan artificial intelligence (AI) yang membuat perkuliahan di UICI berjalan praktis, efektif, efisien, cepat, transparan, akurat dan inovatif.

Selain itu, AI DSTLS juga mampu mendeteksi plagiarisme. Bagaimana bisa?

Wakil Rektor bidang R&D dan Digital Advancement Prof. Dr.Eng Jaswar Koto, C.Eng., C.Mar.Eng. menjelaskan bahwa lima Standard Operasi Pendidikan Digital Nol Plagiarisme.

Baca juga :   Segera Mendaftar! PMB UICI Batch 6 Gelombang 2 Masih Buka

Yang pertama adalah materi ajar harus disiapkan oleh para dosen jauh sebelum perkuliahan, seperti: bahan ajar dalam format PDF, bahan ajar dalam format video, dan assessment (tugas, UTS dan UAS).

“Kedua adalah review content diterapkan secara internal setiap atau antar program studi,” jelasnya.

“Hal ini diterapkan pada review tugas, UTS, UAS. Review format dilakukan sebelum diinput ke dalam database,” tambahnya.

Yang ketiga adalah uji plagiarisme dan waktu. Pada proses ini, AI DSTLS akan mendeteksi setiap plagiarisme. Dalam hal ini, UICI mengujinya dengan ChatGPT dan hasilnya nol plagiarisme.

“Ketika masih ada plagiat, itu tidak bisa diterima. AI akan menolak,” katanya.

Setelah uji plagiarisme, selanjutnya adalah uji waktu. Pada proses ini, para dosen harus mengecek berapa lama satu soal bisa diselesaikan.

Hal ini, lanjut Prof. Jaswar, tidak ada di kampus-kampus konvensional. Karena kampus-kampus ini tidak memiliki sistem untuk medeteksi waktu.

“Mereka hanya mengira-ngira, tetapi UICI tidak, ada report,” tambahnya.

Baca juga :   UICI Jalin MoU dengan KOPRABUH dalam Implementasi Tridharma Perguruan Tinggi

Proses keempat adalah perkuliahan, di mana mahasiswa diharuskan membaca bahan ajar. Dalam proses ini, UICI tidak melarang penggunaan ChatGPT.

UICI mempersilahkan mahasiswa menggunakan ChatGPT untuk mendapatkan ide awal. Selanjutnya, mahasiswa menuangkannya dalam bahasa sendiri yang lugas dan mudah dipahami.

“Karena AI DSTLS hanya menerima tulisan orisinil dari mahasiswa itu sendiri,” tuturnya.

Setelah melewati empat proses itu, proses terakhir adalah hasil. Nilai akan keluar secara otomatis setelah mahasiswa mengerjakan soal.

“Tidak ada campur tangan dosen dalam penilaian. Mahasiswa tidak perlu merasa takut kalau nilainya dikurangi oleh dosen. Semua fair dan transparan,” tutup Prof. Jaswar.

What's your reaction?

Related Posts

1 of 3,764

Leave A Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *