Karena sesuatu peristiwa Bupati ke XIII yang tak lain Pangeran Mangkudipuro oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I dipindahkan dari jabatan Bupati Madiun menjadi Bupati Caruban Untuk menggantikan jabatan Bupati Madiun, Sri Sultan Hamengku Buwono l mengangkat Pangeran Raden Ronggo Prawiro Sentiko I. Selain menjabat Bupati Madiun yang dalam urutannya yang ke XIV. Jabatan yang dirangkap adalah Bupati Wedono di Mancanegara Timur yang kemudian mengganti nama dengan Pangeran Raden Ronggo Prawirodirdjo I.
Beberapa catatan menyebutkan bahwa Pangeran Raden Ronggo Prawiro Sentiko l adalah kepercayaan Sri Sultan Hamengku Buwono I yang sekaligus merupakan ipar dan Bupati yang pertama kali pada masa pemerintahan Kerajaan Mataram. Raden Ronggo Prawirosentiko l adalah bangsawan keturunan Surakarta Hadiningrat saat Raja Paku Buwono ke II dan III memerintah Surakarta Hadiningrat. Selama menjabat Bupati Madiun sejak 1755 menempati istana Kabupaten yang lama peninggalan Bupati ke XIII atau peninggalan Pengeran Mangkudipuro di Kranggan (Kranggan terletak di sebelah selatan kali Catur, sebelah barat jalan antara Madiun ke Ponorogo).
Pada masa sekitar 8 tahun setelah menjabat Bupati, dibangunnya sebuah Istana Kabupaten di Desa Wonosari sebelah utara sungai Catur tidak jauh dan istana lama Kranggan. Desa Wonosari itu juga kemudian disebut sebagai Kota Miring. Istana Wonosarj dijadikan istana jabatan dan istana Kranggan dijadikan tempat tinggal. Masa jabatannya berakhir setelah 29 tahun mengabdikan dirinya dalam pemerintahan. Pada usia yang lanjut sekitar tahun 1784, beliau jatuh sakit dan kemudian wafat di Istana Kranggan.
Berita wafatnya Bupati Madiun Raden Ronggo Prawirodirdjo I sampai pada Sri Sultan Hamengku Buwono I yang juga sebagai ipar. Diperintahkan ke seluruh negeri untuk berkabung selama tujuh hari lamanya dan di setiap masjid dilakukan pengajian. Sri Sultan Hamengku Buwono I memerintahkan agar jenazahnya dimakamkan di Desa Taman yang letaknya sebelah timur Kranggan. Jadi tidak dimakamkan di Kota Gedhe Yogyakarta.
Sejak saat itu kemudian Desa Taman dikukuhkan sebagai desa “Perdikan”. Desa itu diberikan satu otonomi yang cukup luas. Di lokasi itu dibangun sebuah Mesjid. Sri Sultan Hamengku Buwono I telah memerintahkan untuk penguasa Desa Perdikan itu seorang “Kyai”. Sri Sultan Hamengku Buwono I juga telah menetapkan bahwa Makam Taman setaraf dengan makam keluarga Raja di Imogiri. Secara khusus makam Taman ini dipergunakan untuk pemakaman keluarga Ronggo Prawirodirdjo. Seorang Kyai ber-Desa Perdikan Taman yang kemudian diberikan gelar Kyai Raden Misbach. (*)